09/10/2011

MAKALAH Efektivitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing:

Efektivitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing:



       
       
                      
            I. Pendahuluan
       
                  Kenyataan memperlihatkan bahwa kepedulian terhadap  bahasa Indonesia tidak hanya datang dari orang Indonesia, tetapi  juga dari bangsa asing. Kepedulian orang asing itu  diwujudkannya dengan berbagai cara, di antaranya dengan  mempelajari bahasa Indonesia. Bahkan tidak jarang mereka mempelajari bahasa  Indonesia  di Indonesia dan dengan  orang  Indonesia. 

Apa pun motivasinya, sebagai bangsa "pemilik bahasa Indonesia"  kita harus bangga bahasa kita dipelajari oleh orang asing. Sasaran akhir pengajaran bahasa Indonesia bagi  penutur
asing (selanjutnya PBIPA) adalah terampil menggunakan  bahasa Indonesia  dengan baik dan benar. Keterampian tersebut  tentu saja  diimbangi dengan pengetahuan (ilmu)  bahasa  Indonesia. Artinya, pembelajar tidak hanya sekedar mahir berbahasa Indonesia, tetapi juga tahu tentang bahasa Indonesia tersebut.
Selama  penulis  menjadi salah  seorang  pengajar  BIPA (mahasiswa dari Universitas Tasmania dan Universitas  Daikin, Australia),  penulis  menemukan  bahwa  persoalan   berbahasa Indonesia  tulis merupakan persoalan yang rumit bagi  penutur asing.  Mereka  cenderung  membahasatuliskan  bahasa   lisan.  Kesulitan  ini juga dialami oleh "X", seorang Magister  Kehutanan dari negeri Belanda.
Sehubungan  dengan  hal di atas,  makalah  ini  mencoba mengemukakan  sumbangan pemikiran demi efektifnya  pengajaran menulis  BIPA.  Titik berat pembahasan diarahkan  kepada  apa yang telah penulis lakukan dalam privat menulis bahasa  Indonesia  bagi  penutur asing (Belanda). 

II. Pembahasan
Hakikat Menulis

Menulis  merupakan  salah satu dari   empat  aspek keterampilan  berbahasa. Menurut Rusyana  (1988:191)  menulis merupakan  kemampuan  menggunakan  pola-pola  bahasa   secara tertulis  untuk  mengungkapkan  suatu  gagasan  atau   pesan.  Menulis  atau  mengarang  adalah  proses  menggambarkan  suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca (Tarigan, 1986:21). Kedua pendapat tersebut sama-sama mengacu  kepada  menulis sebagai proses  melambangkan  bunyi-bunyi   ujaran berdasarkan aturan-aturan  tertentu.  Artinya, segala  ide,  pikiran,  dan gagasan  yang  ada  pada  penulis   disampaikan  dengan cara menggunakan  lambang-lambang  bahasa yang  terpola.  Melalui lambang-lambang  tersebutlah  pembaca dapat memahami apa yang  dikomunikasikan penulis.
Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan  erat dengan aktivitas berpikir. Keduanya saling  melengkapi.  Sehubungan dengan itu, Costa  (1985:103)  mengemukakan bahwa menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang  dilakukan secara bersama dan berulang-ulang. Tulisan adalah wadah yang  sekaligus merupakan hasil pemikiran.  Melalui  kegiatan menulis,  penulis  dapat mengkomunikasikan  pikirannya.  Dan, melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan  kemampuannya  dalam menulis.
Mengemukakan gagasan secara tertulis tidaklah mudah. Di samping dituntut kemampuan berpikir yang memadai, juga dituntut  berbagai  aspek  terkait  lainnya.  Misalnya  penguasaan materi  tulisan,  pengetahuan bahasa   tulis,  motivasi  yang kuat,  dan lain-lain. Sehubungan dengan hal itu, paling  tidak menurut  Harris  (1977:68) seorang  penulis  harus  menguasai lima komponen tulisan, yaitu: isi (materi) tulisan, organisasi  tulisan, kebahasaan (kaidah bahas tulis), gaya  penulisan, dan  mekanisme tulisan. Kegagalan dalam salah  satu  komponen dapat  mengakibatkan  gangguan dalam  menuangkan  ide  secara tertulis. 
Mengacu  kepada  pemikiran  di  atas,  jelaslah   bahwa  menulis  bukan  hanya sekedar menuliskan apa  yang  diucapkan (membahasatuliskan  bahasa  lisan),  tetapi  merupakan  suatu kegiatan  yang terorganisir sedemikian rupa sehingga  terjadi suatu tindak komunikasi (antara penulis dengan pembaca). Bila apa yang dimaksudkan oleh penulis sama dengan yang diamaksudkan oleh pembaca, maka seseorang dapat dikatakan telah terampil menulis.


Kondisi Dilematis

Bagi penutur asing, mengemukakan pikiran dengan  bahasa Indonesia  tulis yang baik dan benar bukanlah pekerjaan  yang mudah.  Ketidakmudahan itu hampir terjadi pada  setiap  aspek ketatabahasaan (fonem, morfem, dan sintaksis). Persoalan  tersebut juga dialami  oleh "X", seorang dosen tamu suatu perguruan tinggi swasta Sumatera Barat. Sebenarnya "X" telah dapat berbahasa Indonesia lisan. Sekalipun belum begitu fasih,  "X" telah dapat mengemukakan pikirannya  dengan baik.  Ia dapat memahami apa yang didengarnya, dan juga dapat  menginformasikan  apa yang ingin disampaikannya. Dengan kata  lain,  "X" telah dapat berkomunikasi dengan bahasa Indonesia lisan. Sebelum  privat, "X" telah mampu  menerjemahkan  sebuah buku berbahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Menurut  penulis, upaya "X" ini perlu dipujikan. Ia telah mampu  memperlihatkan hasil perjuangannya. Padahal, ketika proses terjemahan tersebut  dilakukan ia belum terampil berbahasa  Indonesia.   Buku terjemahan  tersebut  berjudul  "Kehutanan  Masyarakat"   dan dipakai sebagai salah satu bahan untuk keperluan kuliah  yang dibinanya.  Sebagai  seorang civitas  akademika,  tentu  saja keterampilan  berbahasa Indonesia tulis perlu  dimiliki  oleh "X".  Itulah  sebabnya ia mengikuti privat  bahasa  Indonesia tulis dengan penulis. Sampai saat ini privat itu telah berjalan selama tiga bulan.
Persoalan  kelemahan  penutur asing  menggunakan  bahasa Indonesia tulis bukanlah hal yang baru. Ketika Kongres Bahasa Indonesia  VII  di Jakarta tahun 1998, KIPBIPA II  di  Padang tahun  1997,  dan KIPBIPA III di  Bandung  1999  dilaksanakan persoalan  ini  telah "diapungkan". Bahkan jauh  sebelum  itu persoalan ini telah dibicarakan. Sekalipun telah lama dibicarakan, sampai saat ini persoalan tersebut tetap ada. Bahwa  ada  kelemahan berbahasa  Indonesia  tulis  pada   penutur  asing tidaklah perlu diragukan lagi.  kuantitas  dan kualitas kelemahan tersebut sangat bervariasi. Sejauh  pengamatan penulis selama mengajar penutur asing, atau orang asing yang penulis ketahui, kelemahan itu hampir terjadi pada setiap komponen  bahasa  Indonesia tulis. Misalnya,  masalah  ejaan, imbuhan,  pilihan kata, kata majemuk, kelompok kata,  keefektifan kalimat, penataan paragraf, dan lain-lain. Jika dibanding-bandingkan, persoalan ejaan, diksi,  dan imbuhan  merupakan  persoalan yang sering terjadi. Tiga persoalan  tersebut, tentu akan mempengaruhi tatanan kebahasaan di atasnya (misalnya kalimat).
Sebenarnya  persoalan di atas tidak hanya dialami  oleh penutur  asing,  penutur  "pribumi"  pun  memiliki  kelemahan tersebut. Paling tidak hal itu pernah dikemukakan oleh  Badudu (1984), Sabarti dkk. (1990), Gani (2001), dan lain-lain. Pada umumnya  masalah-masalah  yang  sering  dilontarkan  tersebut berkisar  pada kekurangmampuan pembelajar menggunakan  bahasa Indonesia tulis secara baik dan benar. Hal itu terlihat  dari penataan  ejaan  yang tidak benar, pilihan  kata  yang  tidak tepat, kalimat yang kurang efektif, sukar mengemukakan  gagasan,  dan  kurang mampu mengemukakan ide  secara  sistematis. Bagi penutur asing yang baru belajar bahasa Indonesia,  tentu saja jenis dan bobot kesalahan itu sangat bervariasi.


Pemberdayaan Pengajaran Menulis BIPA

Kekurangmampuan  penutur  asing di atas  tentu  membuat kita  marasa  tidak puas. Sunguhpun demikian, hal  itu  bukan berarti kita tidak bisa membuatnya terampil menulis. Pengelolaan PBM menulis BIPA yang tepat tentu akan mampu  mencerdaskan penutur asing dalam berbahasa Indonesia tulis. Belajar dan mengajar merupakan dua istilah dalam  dunia pendidikan  yang  sangat populer. Kedua istilah  itu  mengacu kepada suatu proses yang terjadi dalam suatu rangkaian  unsur yang saling terkait. Belajar berarti berusaha agar memperoleh kepandaian  atau  ilmu. Bruner (dalam Hidayat  dkk.,  1990:2) mengemukakan  bahwa belajar adalah suatu proses yang  terjadi secara  bertahap  (episode).  Episode  tersebut  terdiri  dari informasi,  transformasi, dan evaluasi. Informasi  menyangkut materi  yang  akan diajarkan, transformasi  berkenaan  dengan proses  memindahkan materi, dan evaluasi merupakan  kegiatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan  proses yang telah dilakukan oleh pembelajar dan pengajar. Sehubungan dengan  itu, Gagne (dalam Hidayat dkk., 1990:2)  mengemukakan bahwa  belajar  adalah  suatu proses  yang  dilakukan   untuk  menimbulkan perubahan pada anak didik.
Apa pun  bentuknya, PBM harus diarahkan  untuk  mencapai tujuan  yang  telah  ditetapkan.   Dalam  PBM  menulis  BIPA, tujuan  tersebut adalah agar anak didik memiliki  pengetahuan menulis, bersikap positif terhadap ilmu dan aktivitas,  serta terampil menulis. Ketiga aspek tersebut senada dengan  taksonomi  yang dikemukakan oleh Bloom (taxonomy of bloom),  yaitu kognitif  domain (ranah pengetahuan), afektif  domain  (ranah sikap), dan psikomotor domain (ranah keterampilan). Untuk  mencapai  tujuan di atas, segala  sesuatu  harus diupayakan sedemikan rupa sehingga PBM menulis BIPA  tersebut lebih berdaya guna. Sehubungan dengan itu, beberapa hal  yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan PBM menulis BIPA  adalah sebagai berikut.

Materi Pengajaran

Dalam setiap PBM materi merupakan suatu hal yang sangat penting. Materi inilah yang akan diajarkan kepada anak didik. Pemilihan  dan penyusunan materi ajar dalam PBM menulis  BIPA  hendaknya dilakukan sedemikian rupa sehingga materi itu dapat mengarahkan  pembelajar untuk terampil  berbahasa   Indonesia tulis. Variasi jenis dan bobot kesukaran materi perlu disesuaikan dengan komponen PBM yang lain (siswa, media, dan  lain-lain).  Bila  perlu,  materi ajar  berasal  dari  (pemikiran, tugas, dan pengalaman) pembelajar. 

Tujuan Pengajaran

Tujuan  PBM  menulis BIPA hendaknya  selalu  diarahkan kepada  terampil menulis dalam bahasa Indonesia (bahasa  target).  Untuk mencapai tujuan di atas, guru  dalam  perencanaan pengajarannya  harus  memperhatikan  poin-poin  tertentu  yang dapat memudahkannya mencapai tujuan tersebut. Tampaknya porsi latihan  menulis  dengan segala dinamikanya  merupakan  kunci utama keberhasilan. Pembelajar harus dibiasakan dengan  menulis  dalam bahasa target (Indonesia). Hasil tulisan  tersebut didiskusikan dengan pembelajar, sehingga pembelajar  mengetahui  kelemahan  dan keunggulannya. Berdasarkan  hal  tersebut diputuskanlah  suatu tindak lanjut yang mengarah kepada  keterampilan  menulis  pembelajar.  Sekalipun  tujuan  pengajaran adalah terampil,  bukan berarti aspek yang lain  (pengetahuan dan sikap) diabaikan. Artinya, di akhir PBM hendaknya  diperoleh out put yang terampil menulis dan mengerti dengan kaidah-kaidah menulis dalam bahasa target. 


Pengajar dan Pembelajar

Sukses tidaknya suatu PBM sangat ditentukan oleh  pemegang  kendali  PBM tersebut, dalam hal ini  adalah  pengajar.  Pengajar  yang berkualitas cenderung menghasilkan  pembelajar yang  berkualitas, demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu, pengajar BIPA  hendaknya tidak  hanya  memiliki  kompetensi, performansi,  dan sikap kebahasaindonesiaan yang  baik.  Akan tetapi, juga memiliki wawasan kependidikan yang memadai.  Ada baiknya pengajar memiliki rasa humor, fleksibel, punya kendali emosi, matang dalam kepribadian, memahami kondisi pembelajar, memiliki bakat guru, punya wawasan kebangsaan yang kuat, dan lain-lain.  Jadi, di samping sumber daya manusia,  sumber daya insani hendaknya juga dimiliki pengajar.
Sejalan dengan pengajar, pembelajar pun memegang kendali dalam pencapaian keberhasilan PBM menulis BIPA.  Motivasi yang  kuat  dari  pembelajar  untuk  terampil  menulis  dalam bahasa target merupakan pendukung utama keberhasilan pembelajar yang bersangkutan. Hendaknya pembelajar selalu  mengoptimalkan  potensi menulis yang dimiliki melalui  bahasa  target yang tengah dipelajarinya. Motivasi yang kuat dari pembelajar merupakan  kunci  utama keberhasilan PBM menulis  BIPA.  Oleh sebab itu, apa pun harus dilakukan oleh lembaga penyelenggara BIPA agar motivasi tersebut mampu dibangkitkan dengan tepat.


Metode Pengajaran

Metode  pengajaran  merupakan  cara  mengajar  pengajar dalam  PBM yang dibinanya. Pilihan metode yang  tepat  sangat membantu  tingkat ketercapaian tujuan pengajaran  yang  telah ditetapkan. Oleh sebab itu, pengajar menulis BIPA harus dapat menerapkan metode  pengajaran dengan tepat.  Sejalan  dengan metode  ini, persoalan penggunaan media juga  perlu  mendapat perhatian.  Hal ini disebabkan karena media yang tepat  mampu menjembatani  kebuntuan lalu lintas informasikan yang  disampaikan  pengajar.  Selain daripada media  yang  sudah  sangat umum,  pemanfaatan  lingkungan, karya tulis  pembelajar,  dan lain-lain  sebagai media pengajaran perlu mendapat  perhatian dari pengajar.   Dalam privat yang penulis bina tampaknya metode  pelatihan  dan  diskusi  merupakan dua metode  yang  ampuh  dalam rangka  menerampilkan pembelajar menulis dalam bahasa  target.
Pembelajar disuruh menulis tentang apa saja (sebaiknya materi yang dekat dengan  pembelajar).  Hasil  tulisan  pembelajar dikoreksi  dan  didiskusikan dari  berbagai  aspek  kebahasaan (bahasa  Indonesia tulis). Untuk kelas yang besar, pelibatan teman  sebaya  perlu  dilakukan.  Dengan  kegiatan  tersebut, pembelajar akan mengetahui kelemahan dan keunggulannya  dalam hal  ketatabahasaan,  kelogisan  pikiran,  dan  kaidah-kaidah menulis lainnya.


Evaluasi Hasil Belajar

Suatu  hal  yang perlu diperhatikan dalam  PBM  menulis BIPA  adalah masalah evaluasi. Evaluasi merupakan salah  satu komponen  pengajaran yang sangat penting.   Melalui  evaluasi seorang  pengajar dapat (1) mengetahui tingkat  ketahuan  dan keterampilan menulis pembelajar, (2) mengetahui  keberhasilan PBM  yang telah dilaksanakan, dan (3)  menentukan  kebijakan selanjutnya. Evaluasi PBM menulis BIPA hendaknya selalu  memperhatikan  tujuan pengajaran, materi, dan proses yang  telah dilakukan. Sehubungan dengan itu, evaluasi yang tepat menurut hemat  penulis adalah  kegiatan menulis. Hal ini  tentu  saja tanpa mengabaikan aspek teori menulis.


III. Pengakhiran

Setiap  PBM  selalu diarahkan  untuk  mencapai  tujuan, demikian juga halnya dengan PBM menulis BIPA. Tingkat  ketercapaian  tujuan, merupakan ukuran terhadap keberhasilan  PBM. Semakin  tinggi nilai hasil belajar, semakin  berhasillah  PBM yang  telah dilakukan. Demikian juga sebaliknya. Agar  tujuan yang  ditetapkan dapat dicapai sebagaimana  yang  diharapkan, maka ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam  pengelolaan PBM  menulis  BIPA, yaitu  pengelolaan  perencanaan,  proses, evaluasi, dan tindak lanjut pembelajaran. Keempat hal  tersebut harus dikelola dengan tepat. Bila tidak demikian, jangan harapkan keberhasilan PBM menulis BIPA dapat diwujudkan.
Sekalipun sedikit, penulis yakin tulisan ini mampu memberikan  sumbangan  terhadap keberhasilan PBM  menulis  BIPA. Mudah-mudahan dengan yang sedikit itu PBM menulis BIPA  terus memperlihatkan  perkembangan dan kemajuan yang  berarti,  sehingga pembelajar mampu menyatakan pikiran, ide, dan gagasannya melalui bahasa Indonesia tulis yang baik dan benar. Lebih dari  itu, semoga bahasa Indonesia mampu menempatkan  dirinya sebagai salah satu bahasa dunia.

Daftar Pustaka
                    
       
Akhadiah,  Sabarti. 1988. Evaluasi dalam  Pengajaran  Bahasa.  Jakarta:  Depdikbud.

Bloom, Benyamin  S.,  et el., 1966. Taxonomy  of  Educational Objectives:  Cognitive  Domain. New York:  David  McKay Company Inc.

Gani, Erizal. 1997. "Evaluasi dalam Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing",(makalah KIPBIPA II).  Padang: FPBS IKIP Padang.

----. 1999.  "Pemberdayaan Pengajaran Bahasa  Indonesia  bagi Penutur  Asing",(makalah  KIPBIPA III).  Bandung:  IKIP Bandung.

----. 2000. "Evaluasi dalam Pengajaran Bahasa: Suatu  kondisi Dilematis" (Makalah Seminar Nasional X HPBI).  Jakarta. Pusat Bahasa.

----. 2001. "Pemberdayaan Pengajaran Menulis; Upaya Menumbuhkembangkan  Kemahiran  Menulis  Sejak  Dini"   (Makalah Seminar  Nasional  XI  HPBI).  Denpasar:  Balai  Bahasa Denpasar

Hamid, Fuad  Abdul.  1987. Proses  Belajar  Mengajar  Bahasa. Jakarta: Depdikbud.

Karmin,  Y., 1999. "Pengembangan Tes Bahasa  Indonesia  untuk Pelajar  Asing"  (Makalah KIPBIPA III)  Bandung,.  IKIP Bandung.

Lado, Robert.  1975. Language Testing. London: Longman  Group Limited

Lengkanawati, Nenden Sri. 1999. "Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia  sebagai Bahasa Asing" (Makalah KIPBIPA  III) Bandung. IKIP Bandung.

Nurgiantoro, Burhan. 1987. Penilaian dalam Pengajaran  Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.

Hidayat, Roehadi dkk., 1990. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Bandung: Tarsito.

Rusyana, Yus. 1988. Bahasa dan sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: Diponegoro.

Semi, M. Atar. 1990. Rancangan Pengajaran Bahasa dan  Sastra. Bandung: Angkasa.

Setiadi, Riswanda.  1999. "Pengajaran Baca  Tulis  Permulaan untuk  Penutur  Asing" (Makalah KIPBIPA  III)  Bandung. IKIP Bandung.

Subyakto.  Sri  Utari. 1988.  Metodologi  Pengajaran  Bahasa. Jakarta: Depdikbud.

Tarigan, Hendrik Guntur. 1989. Metodologi Pengajaran  Bahasa: Suatu Penelitian Kepustakaan. Jakarta: P2LPTK  Depdikbud.

Yasin, Anas. 1999. "Menumbuhkan kesadaran Pembelajar  tentang `Genre`  Melalui Latihan Pengalihan Teks dalam  Belajar Menulis" (Makalah KIPBIPA III). Bandung: IKIP Bandung.

Zuchdi,  Darmiyati.  1999.  "Manajemen  Program  Pembelajaran Bahasa  Indonesia  sebagai  Bahasa  Asing  dengan  Pola Kemitraan (Makalah KIPBIPA III). Bandung: IKIP Bandung.  


0 comments:

Post a Comment