BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Tuberculosis (TB) merupakan
penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih,
2004). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi. Komplikasi. Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis
dan TB usus.
Penderita tuberkulosis di kawasan
Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia termasuk kawasan dengan penyebaran
tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia
meninggal dunia akibat penyakit ini. Sebelas dari 22 negara dengan angka kasus
TB tertinggi berada di Asia, di antaranya Banglades, China, India, Indonesia,
dan Pakistan. Empat dari lima penderita TB di Asia termasuk kelompok usia
produktif (Kompas, 2007). Di Indonesia, angka kematian akibat TB mencapai
140.000 orang per tahun atau 8 persen dari korban meninggal di seluruh dunia.
Setiap tahun, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru TB, dan 75 persen
penderita termasuk kelompok usia produktif. Jumlah penderita TB di Indonesia
merupakan ketiga terbesar di dunia setelah India dan China.
Kehamilan dan tuberculosis merupakan
dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan
mempengaruhi keadaan fisik dan mental ibu hamil. Efek TB pada kehamilan
tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit,
usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu
hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan
mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Selain itu, risiko juga
meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin,
kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui
aspirasi cairan amnion (disebut TB kongenital).
Mengingat akan bahaya TB paru dan
pentingnya memberikan pelayanan pada ibu untuk mempersiapkan kehamilan,
terutama untuk mendeteksi dini, memberikan terapi yang tepat serta pencegahan
dan penanganan TB pada masa prakonsepsi, maka dalam makalah ini akan di bahas
segala teori tentang TB paru dan hubungannya dengan masa prakonsepsi wanita
untuk mempersiapkan kehamilan. Selain itu, dalam makalah ini juga akan dibahas
peranan bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan prakonsepsi, utamanya
terhadap klien penderita TB paru.
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apa
Definisi TB Paru?
2. Mengapa
seseorang bisa sampai terkena penyakit TB Paru?
3. Bagaimana
tanda dan gejala penyakit TB Paru?
4. Bagaimana
hubungan antara TB Paru dengan kehamilan dan janin?
1.3.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
menjelaskan Definisi TB Paru
2. Untuk
menjelaskan penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta patofisiologinya
dalam tubuh.
3. Untuk
menjelasan hubungan antara TB Paru dengan kehamilan
4.
Untuk menjelaskan peran bidan dalam
melaksanakan asuhan kebidanan masa prakonsepsi utamanya terhadap penderita TB
Paru.
1.4.
Manfaat Penulisan
1. Untuk
mengetahui definisi TB Paru.
2. Untuk
mengetahui penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta patofisiologinya
dalam tubuh.
3. Untuk
mengetahui hubungan antara TB Paru dengan kehamilan.
4. Untuk
mengetahui peran bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan masa prakonsepsi
utamanya terhadap penderita TB Paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Tuberculosis merupakan penyakit
infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara yang
ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh
bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal
biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
2.2. Etiologi
TB paru disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh
lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai
penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.
2.3. Tanda Dan Gejala
1.
Tanda
a.
Penurunan berat badan
b. Anoreksia
c. Dispneu
d.
Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.
2.
Gejala
a. Demam
Biasanya
menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
b. Batuk
Terjadi
karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan
sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
c.Sesak nafas.
Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian paru.
d. Nyeri dada
Timbul
bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis)
e.Malaise
Dapat
berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam.
2.4.
Patofisiologi
Pada tuberculosis, basil
tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang aneh di dalam paru-paru
meliputi: penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag, pembentukan dinding di
sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut dengan
tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot
pernafasan untuk ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital,
berkurangnya luas total permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan
kapasitas difusi paru secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang
abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi oksigenasi darah.
2.5.
Pemeriksaan Penunjang
Pada anak, uji tuberkulin merupakan
pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi
Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam “Screening TBC”.
Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari
90%. Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 – 72 jam; dengan hasil
positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9
mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah
mendapat BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif,
sedangkan pada anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter indurasi
≥ 5 mm harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat, pemberian
immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk,
morbili, varicella dan penyakit infeksi lain.
Gambaran radiologis yang dicurigai
TB adalah pembesaran kelenjar nilus, paratrakeal, dan mediastinum, atelektasis,
konsolidasi, efusipieura, kavitas dan gambaran milier. Bakteriologis, bahan
biakan kuman TB diambil dari bilasan lambung, namun memerlukan waktu cukup
lama. Serodiagnosis, beberapa diantaranya dengan cara ELISA (Enzyime Linked
Immunoabserben Assay) untuk mendeteksi antibody atau uji peroxidase – anti –
peroxidase (PAP) untuk menentukan IgG spesifik. Teknik bromolekuler, merupakan
pemeriksaan sensitif dengan mendeteksi DNA spesifik yang dilakukan dengan
metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Uji serodiagnosis maupun biomolekular
belum dapat membedakan TB aktif atau tidak.
Tes tuberkulin positif, mempunyai
arti :
1. Pernah
mendapat infeksi basil tuberkulosis yang tidak berkembang menjadi penyakit.
2. Menderita
tuberkulosis yang masih aktif
3. Menderita
TBC yang sudah sembuh
4. Pernah
mendapatkan vaksinasi BCG
5. Adanya
reaksi silang (“cross reaction”) karena infeksi mikobakterium atipik.
2.6. Epidemiologi
Dan Penularan TBC
Dalam penularan infeksi
Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Reservour, sumber dan penularan
Manusia
adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang dengan lesi
aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.
2. Masa inkubasi
Yaitu
sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu empat
sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa
beberapa tahun.
3. Masa dapat menular
Selama
yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang dibatukkan atau
dibersinkan.
4. Immunitas
Anak
dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi
diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.
2.7. Stadium TBC
Kelas 0
Tidak ada jangkitan tuberkulosis,
tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi terhadap tes kulit
tuberkulin tidak bermakna).
Kelas 1
Terpapar tuberkulosis, tidak ada
bukti terinfeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes tuberkulosis tidak bermakna)
Kelas 2
Ada infeksi tuberkulosis, tidak
timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin bermakna, pemeriksa bakteri
negatif, tidak bukti klinik maupun radiografik).
Status kemoterapi (pencegahan) :
ü Tidak
ada
ü Dalam
pengobatan kemoterapi
ü Komplit
(seri pengobatan dalam memakai resep dokter)
ü Tidak
komplit
Kelas 3
Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium
tuberkulosis ada dalam biakan, selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan
atau bukti radiografik tentang adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru,
pleura, limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih kelamin, diseminata (milier),
menigeal, peritoneal dan lain-lain.
Status bakteriologis :
a.
Positif dengan :
ü Mikroskop
saja
ü Biakan
saja
ü Mikroskop
dan biakan
b.
Negatif dengan :
ü Tidak
dikerjakan
ü Status
kemoterapi :
Dalam pengobatan kemoterapi sejak kemoterapi
diakhiri, tidak lengkap reaksi tes kulit tuberkulin
a.
Bermakna
Kelas 4
Tuberkulosis saat ini tidak sedang
menderita penyakit (ada riwayat mendapat pengobatan pencegahan tuberkulosis
atau adanya temuan radiografik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit
tuberkulinya bermakna, pemeriksaan bakteriologis, bila dilakukan negatif. Tidak
ada bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat ini).
Status kemoterapi :
a. Tidak
mendapat kemoterapi
b. Dalam
pengobatan kemoterapi
c. Komplit
d.
Tidak komplit
Kelas 5
Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis
ditunda)
Kasus kemoterapi :
a. Tidak
ada kemoterapi
b.
Sedang dalam pengobatan kemoterapi.
2.8. Komplikasi
Komplikasi Penyakit TB paru bila
tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis,
efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus.
Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi
yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium lanjut: 1) Hemoptisis berat
(perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena
syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat
retraksi bronkial. 3) Bronkiectasis dan fribosis pada Paru. 4) Pneumotorak
spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru. 5) Penyebaran infeksi
ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. 6)
Insufisiensi Kardio Pulmoner
2.9. Penanganan
a. Promotif
1. Penyuluhan
kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan
baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan,
faktor resiko
3. Mensosialisasiklan
BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi
BCG
2. Menggunakan
isoniazid (INH)
3. Membersihkan
lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila
ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
c. Kuratif
Pengobatan
tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu yang
lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis
pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis dengan
gejala klinis harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya strain
yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid
(hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin
(RIF). Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg atau sekitar 300
mg/hari, EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali
sehari. Efek samping etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan
ketajaman penglihatan. Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar
keadaan tersebut dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi.
Komplikasi yang paling berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah
pada penderita dibawah usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60 tahun
keatas. Disfungsi hati, seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum
aminotransferase, ditemukan pada 10-20% yang mendapat INH. Waktu minimal terapi
kombinasi 18 bulan sesudah konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu
masuk harus dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun.
Baru-baru ini CDC dan American
Thoracis Societty (ATS) mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi
jangka pendek bagi penderita tuberkulosis dengan riwayat tuberkulosis paru
pengobatan 6 atau 9 bulan berkaitan dengan resimen yang terdiri dari INH dan
RIF (tanpa atau dengan obat-obat lainnya), dan hanya diberikan pada pasien
tuberkulosis paru tanpa komplikasi, misalnya : pasien tanpa penyakit lain
seperti diabetes, silikosis atau kanker didiagnosis TBC setelah batuk darah,
padahal mengalami batu dan mengeluarkan keringat malam sekitar 3 minggu.
2.10. Tuberkulosis
pada kehamilan
2.10.1
Pengaruh tuberculosis terhadap kehamilan
Kehamilan dan tuberculosis
merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara
simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Lebih dari 50 persen
kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada tahun 1989 sampai 1990
diketahui 4.300 wanita hamil,150 diantaranya adalah pengidap TB paru (M Iqbal,
2007 dalam http://www.mail-archive.com/)
Efek TB pada kehamilan tergantung
pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia
kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil,
ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan
fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Status nutrisi yang jelek,
hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas maternal.
Usia kehamilan saat wanita hamil
mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan factor yang penting dalam
menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB. Jika pengobatan
tuberkulosis diberikan awal kehamilan, dijumpai hasil yang sama dengan pasien
yang tidak hamil, sedangkan diagnosa dan perewatan terlambat dikaitkan dengan
meningkatnya resiko morbiditas obstetric sebanyak 4x lipat dan meningkatnya
resiko preterm labor sebanyak 9x lipat. Status sosio-ekonomi yang jelek,
hypo-proteinaemia, anemia dihubungkan ke morbiditas ibu.
Kehamilan dapat berefek terhadap
tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan
kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum. Pada
awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB.
Selain paru-paru, kuman TB juga
dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi,
serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi, kemungkinan akan
memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada samping
kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi
kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita
usia reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya
wanita tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap
menerima hasil konsepsi.
Harold Oster MD,2007 dalam
http://www.okezone.com/index.php mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun
aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari.
Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan.
Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali,
kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk
hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun,
jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu
melakukan aborsi.
2.10.2
Pengaruh tuberkulosis terhadap janin
Menurut Oster, 2007 jika kuman TB
hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap janin. Untuk
meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi
kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB
juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita
tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab
kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang
dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh,
1999 dalam http://proquest.umi.com/pqdweb tentang efek TB ekstrapulmoner
tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek
terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan
dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil
mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore
rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 gram="" o:p="">2500>
Selain itu, risiko juga meningkat
pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur
dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion
(disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada
minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat
badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini
masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.
2.10.3 Pengaruh kehamilan terhadap
tuberkolosis
Pengetahuan akan meningkatnya
diafragma selama kehamilan yang mengakibatkan kolapsnya paru di daerah basal
paru masih dipegang sampai abad 19. Awal abad ke-20, aborsi merupakan pilihan
terminasi pada wanita hamil dengan tuberculosis. Sekarang, TB diduga semakin
memburuk selama kehamilan, khususnya di hubungakann dengan status sosio-ekonomi
jelek, imunodefisiensi atau adanya penyakit penyerta. Kehilangan antibodi
pelindung ibu selama laktasi juga menguntungkan perkembangan TB. Akan tetapi,
lebih banyak studi diperlukan untuk menyokong hipotesa.
2.10.4 Tes Diagnosis TB pada
Kehamilan
Bakteri TB berbentuk batang dan
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. Karena itu disebut basil
tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari langsung,tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap.
Dalam jaringan tubuh, kuman ini
dapat melakukan dormant (tertidur lama selama beberapa tahun). Penyakit TB
biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di lingkungan
sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang
penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.
Seseorang yang terpapar kuman TB
belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan tubuh kuat karena
sistem imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa
dilakukan dengan beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto
torak). Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.
Kelemahan pemeriksaan BTA adalah
hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien
TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak akan terdeteksi dengan
pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat mendeteksi pasien
dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian dan
pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes
untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon
lebih baik dari tuberkulin tes.
Diagnosis dengan interferon gamma
bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana beratnya infeksi dan berapa besar
kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita hamil dilakukan melalui
pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium (apakah ditemukan
BTA?), serta uji tuberkulin.
Uji tuberkulin hanya berguna untuk
menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan sakit TB perlu ditinjau dari
klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin positif
belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka ada
tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa
inkubasi infeksi TB, atau terjadi anergi.
Kehamilan tidak akan menurunkan
respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran TB pada trimester pertama,
foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika hasil
BTA-nya negatif.
2.10.5 Pengobatan TB pada kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada
kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir
semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat
dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus
barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting
artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan
dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tuberculosis merupakan penyakit
infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara yang
ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.
TB paru disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh
lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai
penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.
Kehamilan dan tuberculosis
merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara
simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Efek TB pada kehamilan
tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit,
usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu
hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan
mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Jika kuman TB menyerang paru, maka
risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan
janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui
aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital).
Peran bidan dalam menangani klien
dengan TB paru adalah dengan memberikan konseling mengenai definisi, penyebab,
cara pencegahan dan penularan serta terapi TB Paru, juga menjelaskan pada klien
tentang dampak yang ditimbulkan terhadap kehamilan. Di samping itu juga menawarkan alternatif solusi dan melakukan
asuhan kebidanan untuk wanita TB Paru masa prakonsepsi dalam mempersiapkan
kehamilannya.
3.2. Saran
Setiap pasangan yang akan
merencanakan kehamilan, hendaknya berkonsultasi dulu mengenai kondisi kesehatan
kepada tenaga kesehatan, termasuk bidan. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi
penyakit/kelainan yang mungkin dialami calon orang tua, sehingga dapat
melakukan tindakan yang lebih komprehensif dalam mengantisipasi dampak yang
mungkin ditimbulkan dari penyakit yang diderita, baik bagi ibu maupun janin
yang dikandungnya.
Dalam menjalankan tugasnya, bidan melakukan Asuhan
Kebidanan yang tidak hanya pada ibu
hamil dan bersalin, tapi juga pada wanita yang menginginkan kehamilan.
DAFTAR ISI
Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu
pendekatan proses keperawatan) Bandung
Doengoes, M.., Rencana Asuhan Keperawatan. edisi 3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Adrian Taufik. 2009. Tuberkulosis Paru.
0 comments:
Post a Comment