KATA
PENGANTAR
Segala puji dan marilah selalu kita renungkan
kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita.
Shalawat berangkaian salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw.
Kami sangat bersyukur telah dapat
menyelesaikan makalah ini, walaupun terkendala dengan berbagai keterbatasan
yang kami miliki khususnya dalam kemampuan kami mendalami materi.
Ucapan terima kasih kami ucapakan
kepada Dosen Pengasuh Mata Kuliah Wacana dan kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kesilapan dalam penulisan makalah ini, sehingga kritik dan saran
penulis sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Wassalam,
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Konteks
adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau
situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan
dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa
teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama
dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa,
seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa),
saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau
polilog)
Pengguna
bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat
dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa
senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus
diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
B. Tujuan
Tujuan saya
membuat makalah ini adalah menggambarkan bagaimana pembaca tersebut mewujudkan
makna dalam konteks lokal. Yang penting di sini adalah penggunaan bahasa
sehari-hari, pergaulan manusia yang muncul tanpa tanya-jawab, tanpa intervensi
peneliti..
C. Manfaat
Dalam
penulisan makalah ini ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penjelasan
dalam makalah ini, dalam hal ini manfaat dari penulisan makalah ini terbagi dua
yaitu: Manfaat untuk penulis itu sendiri, manfaat dari yang mambaca. Manfaat
untuk penulis adalah untuk mengetahui dan mendalami sejauh mana wacana itu
memilki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode dan
penggunaan bahasa. Sedangkan manfaat dari pembaca adalah untuk mendapatkan
informasi, berbagi pengetahuan dan juga mengetahui metode penggunaan bahasa.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A. PENGERTIAN IMPLIKATUR
Konsep
tentang implikatur pertama kali dikenalkan oleh H.P. Grice (1975) untuk
memecahkan masalah tentang makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan
teori semantik biasa. Suatu konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik dan
yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa ialah konsep
implikatur percakapan. Konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan
perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang
diimplikasi”. Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan proposisi, yang sebenarnya
bukan merupakan bagian dari ujaran tersebut dan bukan pula merupakan
konsekuensi logis dari ujaran. Dapat didefinisikan bahwa implikatur adalah
maksud yang tersirat dalam sebuah ujaran. Kadang kala suatu ujaran sulit
mendapat pengertian karena menyembunyikan suatu maksud tertentu. Levinson
(dalam Rani dkk, 2006:173) mengemukakan ada empat kegunaan konsep implikatur,
yaitu:
1.
Dapat memberikan
penjelasan makna atau fakta-fakta yang tidak terjangkau oleh teori linguistik.
2. Dapat
memberikan suatu penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud
si pemakai bahasa.
3. Dapat
memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan klausa yang
dihubungkan dengan kata penghubung yang sama.
4.
Dapat memBerikan
berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan
(seperti metafora).
Penggunaan
implikatur dalam berbahasa bukan berarti sebuah ketidaksengajaan atau tidak
memiliki fungsi tertentu. Penggunaan implikatur dalam berbahasa mempunyai
pertimbangan seperti untuk memperhalus tuturan, menjaga etika kesopanan,
menyindir dengan halus (tak langsung), dan menjaga agar tdak menyinggung
perasaan secara langsung. Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur
harus mempunyai konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan
terjadi suatu kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya.
Dalam hubungan timbal balik di konteks budaya kita, penggunaan implikatur
terasa lebih sopan, misalnya untuk tindak tutur menolak, meminta, memberi
nasihat, menegur dan lain-lain. Tindak tutur yang melibatkan emosi mitra tutur
pada umumnya lebih diterima jika disampaikan dengan implikatur.
Kemampuan untuk memahami implikatur dalam sebuah tuturan tergantung pada kompetensi linguistik yang dikuasai seseorang. Seorang penutur tidak mungkin menguasai seluruh unsur bahasa karena kompetensi linguistik seseorang itu terbatas. Namun dengan keterbatasan ini, seorang penutur mampu menghasilkan ujaran yang tidak terbatas. Seorang penutur dan lawan tutur akan mampu memahami dan menghasilkan ujaran baru yang benar-benar baru dalam bahasanya.
B. PRAANGGAPAN ATAU PRESUPOSISI
Kemampuan untuk memahami implikatur dalam sebuah tuturan tergantung pada kompetensi linguistik yang dikuasai seseorang. Seorang penutur tidak mungkin menguasai seluruh unsur bahasa karena kompetensi linguistik seseorang itu terbatas. Namun dengan keterbatasan ini, seorang penutur mampu menghasilkan ujaran yang tidak terbatas. Seorang penutur dan lawan tutur akan mampu memahami dan menghasilkan ujaran baru yang benar-benar baru dalam bahasanya.
B. PRAANGGAPAN ATAU PRESUPOSISI
Prsuposisi
atau praanggapan berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris
berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum
pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya
tentang lawan bicara atau yang dibicarakan. Selain definisi tersebut beberapa
definisi lain tentang praanggapan diantaranya adalah:
1. Levinson
(dalam Nababan, 19887: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan
maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan
latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai
makna.
2. Louise
Cummings (1999: 42) mwnyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau
inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu.
3. Nababan
(1987: 46), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan
dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat
bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau
penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk
bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang
dimaksud.
C. INFERENSI
Inferensi
adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam
membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna
tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan
(eksplikatur).
D. HAKIKAT KONTEKS
Konteks
adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau
situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan
dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa
teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama
dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa,
seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa),
saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog atau
polilog)
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Wujud
koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, paragraf, dan bahkan wacana.
Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa.
Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka
topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang
berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup
penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta
peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang
digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang
digunakan dalam wacana.
Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik.
Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik.
Tiga manfaat konteks dalam analisis wacana.
1. Penggunaan
konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks
linguistik.
2. Penggunaan
konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan
ditentukan oleh konteks wacana.
3. Penggunaan
konteks untuk mencari bentuk tak terujar, yaitu bentuk yang memiliki unsur tak
terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan
berdasarkan konteks.
BAB
III
PEMBAHASAN
Solopos
adalah salah satu surat kabar yang menempatkan diri sebagai koran daerah yang
terbit di daerah yaitu sekitar Solo. Pasalnya koran ini ingin menjadi besar di
daerah bersama dengan kian meningkatnya dinamika masyarakat Surakarta yang bakal
menjadi kota internasional.
Nuwun
Sewu merupakan salah satu kolom dalam surat kabat Solopos (SP). Nuwun Sewu
dalam surat kabar lain, sering disebut dengan wacana pojok, karena biasanya
terdapat di pojok dalam sebuah surat kabar. Di Harian Kompas dan Kedaulatan
Rakyat menggunakan istilah Pojok. Di Jawa Pos menggunakan istilah Mr. Pecut dan
di Suara Merdeka menggunakan istilah Semarangan. Kolom Nuwun Sewu terdiri dari
nama kolom, dan inti wacana. Wacana pojok disusun oleh redaktur surat kabar
untuk menanggapi, berita-berita yang pernah tampil di medianya dengan singkat
dan bergaya ironi.
Nama
kolom ini juga mempunyai implikatur yakni pada penggunaan kata Nuwun Sewu.
“Nuwun Sewu” berasal dari bahasa Jawa yang mengandung arti dalam bahasa
Indonesia adalah “Minta Maaf”. Digunakan kata “Minta Maaf” dalam penamaan kolom
tersebut alasannya karena pada kolom pojok ini lebih menekankan bahasa yang
menyatakan sindiran yang menyakitkan pada pihak-pihak tertentu. Oleh karenanya
kolom Nuwun Sewu ini sebagai istilah permohonan maaf bagi pihak–pihak yang
merasa tersindir dengan bahasa di kolom pojok tersebut yang mengandung sindiran
atau sentilan.
Situasi
berisi tentang kejadian nyata atau opini yang diambil dari sebuah berita yang
sebelumnya dimuat di dalam surat kabar tersebut. Sentilan merupakan komentar
atas kejadian atau opini dalam inti wacana. Komentar-komentar tersebut bisa
berupa sanggahan, sindiran, kritikan, masukan, saran, ejekan dan lain-lain. Komentar-komentar
tersebut sering menggunakan kata-kata pedas yang disajikan secara singkat dan
implisit. Komentar-komentar dalam kolom Nuwun Sewu atau dalam wacana pojok pada
umumnya cenderung memihak rakyat. Komentar-komentar tersebut mempunyai
implikatur-implikatur yang dapat dipahami dengan mengaitkannya dengan konteks
yang ada. Ada pun contoh-contoh implikatur dalam kolom Nuwun Sewu adalah
sebagai berikut:
1. Polisi
membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun
2008. Mencari kesalahan memang lebih gampang daripada mencari kebenaran.(SP, 21
Mei 2010)
Situasi dalam wacana di
atas menyatakan bahwa polisi membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan
pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008. Situasi diatas menunjukkan kecurigaan
Polisi terhadap Susno dalam dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat. kemudian
wacana diatas ditegaskan dengan implikatur seperti pada kalimat “mencari
kesalahn memang lebih gampang daripada mencari kebenaran”. Artinya polisi belum
mendapatkan bukti atas dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat yang dilakukan
Susno tapi polisi langsung menuduh Susno sebagai tersangka.
o Praanggapan
Polisi
membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun
2008.
o
Implikatur
a.
Polisi dengan mudah
munuduh Susno yang belum terbukti kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat
tahun 2008.
b.
Polisi sebaiknya
mencari bukti yang kuat sebelum menuduh Susno dalam dugaan pengamanan Pilkada
Jawa Barat tahun 2008.
o Inferensi
Inferensi
Polisi belum mendapatkan bukti atas dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat yang
dilakukan Susno tapi polisi langsung menuduh Susno sebagai tersangka.
2. Pendapatan
Taman Satwa Taru Jurug Solo ditarget naik 3 hingga 4 kali lipat. Hewannya bakal
gemuk-gemuk nih?(SP, 21 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di
atas menyatakan bahwa dengan terbentuknya perusahaan daerah (Perusda), Walikota
Solo, Joko Widodo mengharapka pendapatan Taman Satwa Taru Jurug Solo (TSTJS)
dapat naik tiga hingga empat kali lipat. Dalam masalah ini muncul sentilan
“Hewannya bakal gemuk-gemuk nih?”. Sentilan tersebut mempunyai implikatur
berupa sindiran dan anggapan bahwa pendapatan (TSTJS) yang ditarget naik tiga
sampai empat kali lipat itu bisa menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam
Perusda tersebut.
•
Praanggapan
Dengan
terbentuknya perusahaan daerah (perusda), Walikota Solo, Joko Widodo
mengharapkan pendapatan Taman Satwa Taru Jurug Solo (TSTJS) dapat naik tiga
hingga empat kali lipat.
•
Implikatur
1.
Naiknya harga tiket
masuk Taman Satwa Taru Jurug sangat tinggi.
2.
Pihak yang terlibat
dalam Perusda bisa jadi kaya karena pandapatan TSTJS naik.
3.
Pendapatan (TSTJS) yang
ditarget naik tiga sampai empat kali lipat itu bisa menguntungkan semua pihak
yang terlibat dalam Perusda tersebut.
•
Inferensi
Dalam
pendapatan Taman Satwa Taru Jurug Solo (TSTJS) yang ditarget dapat naik tiga
hingga empat kali lipat bisa memberi banyak keuntungan pada semua pihak yang
terlibat dalam Perusda.
3. Pengunduran
diri Anggito Abimanyu sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal bukan karena sakit
hati. Justru mundur karena hatinya sehat. (SP, 24 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di
atas menyatakan bahwa mundurnya Anggito Abimanyu sebagai Kepala Badan Kebijakan
Fiskal (BKF) bukan karena sakit hati tidak terpilihnya Anggito Abimanyu sebagai
wakil Menteri Keuangan. Situasi dalam wacana di atas mendapat penguatan dari
pengelola “Nuwun Sewu” yakni “Justru mundur karena hatinya sehat”. Penguatan
wacana di atas mempunyai implikatur bahwa Anggito Abimanyu mundur karena dia
ingin pulang ke Yogyakarta, ingin mengabdi ke institusi yang membesarkannya
selama ini dengan kembali pada almamaternya di UGM. Akan tetapi, munculnya
kalimat “Justru mundur karena hatinya sehat” juga bisa menjadi implikatur
sindiran dari pengelola “Nuwun Sewu” yakni mundurnya Anggito Abimanyu dari kepala
(BKF) itu adalah keputusan yang tepat. Anggito Abimanyu sebelumnya
mengungkapkan kekecewaannya kepada lingkungan istana karena tidak ada
konfirmasi dan pemberitahuan kepada dirinya soal pembatalan dirinya menjadi
Wakil Menteri Keuangan. Padahal Anggito sudah menandatangani pakta integritas
dan kontrak kinerja soal penunjukkannya sebagai Wakil Menteri Keuangan.
o Praanggapan
Mundurnya
Anggito Abimanyu sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bukan karena sakit
hati tidak terpilihnya Anggito Abimanyu sebagai wakil Menteri Keuangan.
o Implikatur
·
Anggito mengundurkan
diri karena ingin mengabdi ke institusi yang membesarkannya selama ini dengan
kembali pada almamaternya di UGM.
·
Mundurnya Anggito
adalah keputusan yang tepat.
·
Anggito abimanyu sudah
lama ingin mengundurkan diri.
o Inferensi
Anggito abimanyu sudah lama ingin
mengundurkan diri. Anggito mengundurkan diri karena ingin mengabdi ke institusi
yang membesarkannya selama ini dengan kembali pada almamaternya di UGM.
4. Sidak,
Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungli di Terminal Tirtonadi. Percuma
kalau ditemukan tapi tidak ditindaklanjuti. (SP, 24 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di
atas menyatakan bahwa Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungli atau
pungutan liar di Terminal Tirtonadi saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak).
Implikatur sindiran yang terdapat pada wacana di atas yaitu mengharapkan kasus
aksi pungli ini jangan hanya didiamkan saja atau hanya sekedar tahu bahwa ada
aksi pungli di Terrminal Tirtonadi. Akan tetapi harapannya bisa ditindaklanjuti
dengan pengamanan ketat dari Komisi III terkait aksi Pungli tersebut.
·
Praanggapan
Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi
pungli atau pungutan liar di Terminal Tirtonadi saat melakukan inspeksi
mendadak (Sidak).
·
Implikatur
§ Masyarakat
mengharapkan agar Komisi III DPRD Kota Solo menindaklanjuti kejadian aksi pungli
di Terminal Tirtonadi.
§ Komisi III DPRD Kota Solo seharusnya melakukan
pengamanan ketat terkait aksi pungli.
§ Seharusnya
Komisi III DPRD Kota Solo bersikap tegas kepada tersangka aksi pungli di
Terminal Tirtonadi
·
Inferensi
Mengharapkan
kasus aksi pungli ini jangan hanya didiamkan saja atau hanya sekedar tahu bahwa
ada aksi pungli di Terrminal Tirtonadi. Akan tetapi harapannya bisa
ditindaklanjuti dengan pengamanan ketat dari Komisi III DPRD Kota Solo terkait
aksi Pungli tersebut.
5. Kemenangan
Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dinilai sebagai babak baru
pemimpin muda. Sayangnya masih banyak yang tua-tua keladi. (SP, 25 Mei 2010)
Situasi dalam wacana di
atas menyatakan bahwa kemenangan Anas yang baru berusia 41 tahun sebagai Ketua
Umum Partai Demokrat dinilai sebagai babak baru pemimpin muda. Artinya
keberhasilam Anas akan mendorong lahirnya pemimpin muda di partai lain. Akan
tetapi implikatur wacana diatas adalah menyayangkan bahwa masih banyak pemimpin
dari partai lain yang usianya jauh di atas Anas. Seperti; Ketum Partai Golkar
Abu Rizal Bakrie saat ini berusia 64 tahun, PDIP Megawati (63), Ketum PAN Hatta
Rajasa (57), Ketum PPP Suryadharma Ali (54), Ketum Partai Hanura Wiranto (63)
dan Ketum Partai Gerindra Prabowo (51). Sedangkan Pjs Presiden PKS Luthfi Hasan
Ishaq berusia 49 tahun.
·
Praanggapan
Kemenangan Anas yang baru berusia 41
tahun sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dinilai sebagai babak baru pemimpin
muda.
·
Implikatur
1)
Masih banyak orang tua,
tapi yang terpilih pemimpin muda.
2)
Masih banyak pemimpin
dari partai lain yang usianya jauh di atas Anas.
3)
Kemenangan Anas akan
mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin muda.
·
Inferensi
Kemenangan
Anas adalah keberhasilannya meruntuhkan hegemoni elite partai politik dan akan
mendorong lahirnya pemimpin-pemimpin muda di partai lain.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa implikatur dalam kajian Pragmatik
merupakan suatu hal yang sangat penting karena pada kehidupan sehari-hari kita
sering menemukan fenomena kebahasan yang mengandung implikatur. Wacana Pojok
dalam hal ini Nuwun Sewu menggunakan implikatur sebagai sarana untuk menyindir,
menanggapi, mengkritik, memberi simpati dan lain-lain kepada pihak-pihak
tertentu dengan tujuan agar pihak-pihak yang menjadi objek implikatur mengerti
dan merefleksikan apa yang telah dilakukannya. Nuwun Sewu memakai implikatur
dengan aplikasi konteks sosial yang terjadi dalam masyarakat. Pemakaian
implikatur dalam wacana ini juga dapat menjadi sebuah dasar jika sindiran,
kritikan, bahkan makian tidak selalu disampaikan secara langsung dan
transparan.
DAFTAR PUSTAKA
http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=16:pbin-4216-wacana-bahasa-indonesia&catid=30:fkip&Itemid=75.
Louise, Cummings. 2007. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Louise, Cummings. 2007. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=164:pbin-4216-wacana-bahasa-indonesia&catid=30:fkip&Itemid=75.
0 comments:
Post a Comment