PROPOSAL PENELITIAN
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
LEMBAR
PENGESAHAN......................................................................................... ii
KATA
PENGANTAR................................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iv
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................................. 3
1.3 Tujuan
Penelitian.................................................................................... 3
1.4 Manfaat
Penelitian................................................................................. 4
BAB
II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Metode Tanya Jawab........................................................... 6
2.2 Tujuan
Metode Tanya Jawab................................................................. 9
2.3 Keterampilan
Merespon Pertanyaan Guru........................................... 11
2.4 Pengaruh
Penggunaan Metode Tanya Jawab terhadap Kemampuan Merespon Pertanyaan Guru.............................................................................................................. 14
2.5 Hipotesis
Penelitian.............................................................................. 16
BAB
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode
yang Digunakan...................................................................... 18
3.2 Rancangan
Penelitian........................................................................... 19
3.3 Populasi
dan Sampel Penelitian............................................................ 19
3.4 Variabel
dan Definisi Operasional....................................................... 20
3.5 Metode
Pengumpulan Data.................................................................. 21
3.6 Teknik
Analisis Data............................................................................ 23
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Proses
pembelajaran pada hakekatnya mengandung inti dari aktivitas belajar mengajar
yang dilaksanakan oleh peserta didik dan guru yang kemudian akan bermuara pada
pencapaian dari proses pembelajaran itu sendiri. Jadi jika kita ingin
mendapatkan hasil pembelajaran yang efektif dan efisien, maka proses
pembelajaran tersebut harus dilaksanakan secara sadar, sengaja, dan
terorganisasi secara baik (Hamalik, 2001). Sehingga pada akhirnya dapat
diperoleh interaksi edukatif dengan peran dan fungsi masing-masing antara guru
selaku pengarah, dan siswa selaku subyek belajar yang seharusnya dibina dan
diarahkan supaya mereka mau dan dapat belajar dengan baik.
Siswa adalah
subyek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam kegiatan
belajar mengajar tersebut siswa mengalami yang namanya tindak belajar, dan
merespon dengan tindak belajar (Tohri, dkk, 2007: 11). Mereka bisa belajar
menyimak dan merespon langsung apa yang disampaikan oleh guru melalui tindak
belajar tersebut. Akan tetapi, pada umumnya siswa jarang yang mau menyadari
akan arti pentingnya belajar, mereka kebanyakan menghabiskan waktunya hanya
untuk bermain-main daripada serius menanggapi apa yang disampaikan oleh
gurunya. Namun dengan adanya informasi dan metode yang digunakan oleh guru ketika
dalam proses belajar mengajar dalam kelas, tentang sasaran belajar, maka sedikit
tidak siswa sedikit demi sedikit akan mulai menyadari apa arti bahan belajar
baginya.
Selain itu
juga dalam proses belajar mengajar, siswa juga dituntut kemampuannya untuk
belajar mengemukakan pendapat, ide, dan gagasannya secara lisan. Misalnya
bertanya dalam kelas, atau berdiskusi memecahkan masalah yang berhubungan
dengan disiplin ilmu yang sedang dipelajarinya.
Guru dan
cara mengajarnya merupakan faktor penting untuk menimbulkan motivasi belajar
siswa terutama dalam belajar di sekolah. Sebagaimana sikap, dan kepribadian,
tinggi rendahnya ilmu pengetahuan itu kepada anak didik turut menentukan hasil
belajar yang dapat dicapai oleh siswa (Purwanto, 1990).
Penerapan
berbagai metode dalam proses belajar mengajar banyak menuntut kemampuan atau
ketermapilan berbicara. Metode tanya jawab yang merupakan suatu cara
penyampaian materi pelajaran melalui sarana pertukaran pikiran untuk memecahkan
masalah merupakan salah satu contoh dalam proses belajar mengajar. Tanya jawab
dapat dilaksanakan antara guru dengan seluruh siswa, antara guru dengan
sekelompok siswa, atau antara siswa dengan siswa dalam satu kelas.
Penggunaan
metode tanya jawab ini dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat lagi, dan
juga dapat mengarahkan siswa untuk mampu berpikir dan memecahkan masalah.
Dengan demikian, siswa pun seolah-olah sudah terbiasa dan terlatih untuk
memecahkan masalah sendiri, karena mereka sudah terbiasa berperan aktif dalam
proses belajar mengajar tersebut. Selain itu juga guru pun akan memperoleh
umpan balik dari siswa tentang sejauhmana tingkat keberhasilannya dalam
mengajar, dan seberapa jauh siswa mampu menyerap materi yang disampaikan oleh
guru tersebut.
Berdasarkan
gejala-gejala di atas, dapat disimpulkan bahwa pemakaian metode tanya jawab
adalah suatu cara atau jalan untuk melatih keterampilan siswa dalam
berkomunikasi dengan sesamanya, dimana komunikasi itu berfungsi untuk
mengungkapkan ide, perasaan, dan buah pikirannya secara baik.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah yang akan diajukan dalam penelitian ini sebagaimana yang tercermin
dalam pengupasan latar belakang masalah dapat dirumuskan secara sederhana
sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah kemampuan siswa merespon pertanyaan
guru, siswa kelas VIII MTs. NW 02 Kembang Kerang tahun pelajaran 2008/2009
setelah diberikan pembelajaran menggunakan metode tanya jawab?
2.
Apakah ada pengaruh penggunaan metode tanya
jawab terhadap kemampuan merespon pertanyaan guru, siswa kelas VIII MTs. NW 02
Kembang Kerang tahun pelajaran 2008/2009 setelah diberikan pembelajaran
menggunakan metode tanya jawab?
1.3 Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui kemampuan siswa merespon
pertanyaan guru, siswa kelas VIII MTs. NW 02 Kembang Kerang tahun pelajaran
2008/2009 setelah diberikan pembelajaran menggunakan metode tanya jawab?
2.
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode
tanya jawab terhadap kemampuan merespon pertanyaan guru, siswa kelas VIII MTs.
NW 02 Kembang Kerang tahun pelajaran 2008/2009 setelah diberikan pembelajaran
menggunakan metode tanya jawab?
1.4 Manfaat
Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat
teoritis dan praktis. Manfaat teoritis adalah dapat memberikan gambaran tentang
pengaruh penggunaan metode tanya jawab terhadap kemampuan merespon pertanyaan
guru. Selain itu juga penelitian ini dapat menambah pengtahuan bagi orang lain
atau peneliti selanjutnya.
Adapun
manfaat praktis penelitian ini antara lain :
1.
Bagi Guru
Dengan digunakannya metode
pembelajaran di kelas, sedikit demi sedikit guru akan dapat mengetahui
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh siswanya. Di samping
itu guru juga akan terbiasa mengadakan penelitian meskipun lewat proses belajar
mengajar yang nantinya akan sangat bermanfaat bagi perbaikan pembelajaran serta
karir guru itu sendiri.
2.
Bagi Siswa
Hasil penelitian ini akan sangat
bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui sejauhmana mereka mampu merespon
materi-materi pelajaran yang disampaikan, maupun pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh gurunya di dalam kelas.
3.
Bagi Sekolah
Penelitian ini nantinya akan banyak
memberikan pelajaran, pengetahuan, keterampilan, motivasi serta perbaikan dalam
proses belajar mengajar, serta mampu mengaplikasikannya dari metode-metode
mengajar yang sudah digunakan di sekolah. Penerapan dari metode pengajaran
tersebut sesuai dengan kemampuan siswa sehingga tujuan dari proses belajar
mengajar dapat dicapai dengan optimal.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian
Metode Tanya Jawab
Dalam proses
belajar mengajar guru dan cara mengajarnya merupakan factor penting untuk
menimbulkan motivasi belajar siswa terutama dalam belajar di sekolah, bagaimana
sikap, dan kepribadian guru, tinggi rendahnya ilmu pengetahuan yang dimiliki
oleh guru dan bagaimana sikap mengajarkan pengetahuan itu kepada siswanya,
turut menentukan hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa (Purwanto, 1990)
(dalam Tohri, 2007). Jadi ketika kita mengajar semua yang ada pada seorang guru
itu turut menentukan lancarnya prosesnya belajar mengajar, bukan semata-mata
dari pandai tidaknya guru menyampaikan materi pelajaran saja.
Dalam setiap
pelaksanaan proses belajar mengajar akan selalu melibatkan individu yang satu
dengan yang lain, atau kelompok individu yang lain, sehingga di dalam Tanya
jawab pada hakekatnya telah terjadi interaksi dan komunikasi yang bersifat
intensif, untuk merumuskan tujuan bersama. Jika diperhatikan makna yang
terkandung di dalam metode Tanya jawab merupakan jembatan untuk melatih
keterampilan siswa dalam berkomunikasi dengan sesamanya, dimana komunikasi itu
adalah alat untuk menyampaikan atau mengungkapkan ide, perasaan, dan buah
pikirannya sebagai baik dan manusiawi. Dengan memahami komunikasi, maka tidak
ada cara yang lebih efektif dan efisien selain melatih kemampuan siswa untuk
berkomunikasi secara baik dan benar melalui berbagai metode yang ada, seperti
dengan menggunakan metode Tanya jawab untuk memberikan peluang kepada siswa
untuk melatih diri untuk berkomunikasi secara lisan.
Metode tanya
jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus
dijawab, terutama guru kepada siswa tetapi dapat pula dari siswa kepada guru.
Metode tanya memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan
perhatian siswa sekalipun ketika itu ssiswa sedang rebut, dan yang mengantuk
akan kembali tegar dan hilagn rasa kantuknya.
2.
Merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan
daya pikir, termasuk daya ingatannya.
3.
Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa
dalam menjawab dan mengemukakan pendapatnya.
(S.B.
Djamarah, dkk, 1996: 107).
Jadi penggunaan metode tanya jawab
ini dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat lagi, dan juga dapat
mengarahkan siswa untuk mampu berpikir dan memecahkan suatu masalah, dengan
demikian siswapun seolah-olah sudah terbiasa dan terlatih untuk memecahkan
masalah sendiri, karena mereka sudah terbiasa aktif dalam proses belajar
mengajar tersebut.
Faktor penggunaan metode tanya jawab
ini ditetapkan mana yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan dengan cara yang
efisien. Seorang guru yang sangat sedikit atau miskin pengetahuannya tentang
metode pencapaian tujuan yang kurang menguasai berbagai mteode dalam mengajar
atau mungkin tidak mengetahui adanya metode-metode itu, akan berusaha dengan
cara yang tidak wajar. Dalam hal yang demikian akan berakibat rendahnya mutu
pelajaran.
Sebaliknya cara mengajar yang
menggunakan berbagai metode dan teknik pengajaran yang didasarkan pengertian dari
pihak guru akan dapat memperbesar minat siswa dalam belajar, sebagai akibatnya
akan mempertinggi hasil belajar mereka. Dengan mengajak, merangsang, dan
memberikan kesempatan kepada para siswa untuk ikut mengemukakan pendapat,
belajar mengambil kesimpulan, bekerja dalam kelompok, berdiskusi, dan lain-lain
akan membawa siswa kepada suasana belajar yang sesungguhnya, dan bukan pada
suasana diajar belaka.
Dalam metode-metode baru harus
membawa suasana interaksi belajar mengajar pada dunia siswa, membtu dan
mendorong siswa untuk belajar. Menurut (Anderson, 1969: 681) (dalam Rasyad,
dkk, 1981) mengatakan bahwa “siswa yang kurang terampil membaca akan senantiasa
kehilangan butir-butir penalarannya dalam kegiatan bertanya jawab. Jadi sangat
diperlukan suatu pemahaman yang secara sistematis tentang efektifitas metode
tanya jawab untuk mengungkapkan kemampuan siswa dalam merespon secara lisan,
materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya.
Jika diperhatikan makna yang
terkandung dalam metode tanya jawab sebagaimana yang dijelaskan di atas, maka
metode tanya jawab merupakan suatu wadah untuk melatih mengungkapkan perasaan
dan menumbuhkembangkan tradisi intelektual bagi siswa. Di dalam kegiatan
bertanya jawab siswa berlatih atau dilatih untuk berpikir dan berbicara sesuai
dengan ide perasaan atau gagasan dari masing-masing individu (Masnur, M, dkk,
1987: 108).
2.2 Tujuan
Metode Tanya Jawab
Berdasarkan
situasi dan kondisi yang ada di dalam penerapan penggunaan metode tanya jawab
ini, pemerolehan pengetahuan, keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan
perilaku dapat terjadi karena antara pengalaman baru dengan pengalaman yang
pernah dialami sebelumnya. Keberhasilan pengajaran suatu metode tidak hanya
dilihat dari hasil belajar yang dicapai siswa, tetapi juga dari segi prosesnya.
Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari proses belajar mengajar. Ini
berarti optimalnya hasil belajar siswa dan proses belajar guru.
Keterampilan
bertanya sangat penting bagi seorang siswa, karena dengan banyak bertanya, maka
akan semakin luas waawsan kita untuk memperoleh informasi. Sebab orang yang
hanya diam berpangku tangan saja, maka kemungkinan besar orang tersebut akan
sedikit wawasannya dan sedikit pula informasi yang diperolehnya. Gejala ini
juga dapat mengisyaratkan bahwa seseorang (siswa) memiliki tingkat keberanian
dan kemampuan yang berada dalam hal bertanya dan menjawab. Untuk itu tidak
semua orang yang mempunyai pertanyaan yang sama terhadap apa yang ia lihat dan
didengar. Semakin banyak orang bertanya maka semakin besar peluagn orang
tersebut berpikir dan memperoleh informasi.
Pertanyaan
yang diajukan oleh guru hendaknya diberikan secara merta kepada siswa yang
aktif bertanya maupun yang nonaktif bertanya. Dalam kegiatan kelompok atau
tanya jawab, tidak jarang terjadi monopoli pembicaraan atau kegiatan oleh
seseorang atau beberapa orang siswa. Agar pembahasan atau kegiatan kelompok
merupakan hasil semua siswa, maka setiap siswa harus terlibat dan mendapat
kesempatan mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan. Guru hendaknya
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan
tersebut. Usaha yang dapat dilakukan oleh seorang guru untuk menyebarkan
kesempatan berpartisipasi diantaranya yaitu:
1.
Memancing urutan siswa yang pendiam dengan
mengajukan pertanyaan yang langsung ditujukan kepada siswa tersebut secara
bijaksana
2.
Mencegah terajdinya pembicaraan serentak.
3.
Mencegah secara bijaksana siswa yang suka
memonopoli pembicaraan atau kegiatan, dan
4.
Mendorong siswa untuk saling mengomentari
pendapat siswa yang lain.
Ini berarti bahwa tidak semua siswa
yang memiliki daya tangkap yang sama terhadap pertanyaan. Ada yang lebih cepat
memahami dan menangkap maksud dari pertanyana, dan tidak jarang pula yang
banyak mengalami kesulitan dalam menangkap pertanyaan. Dengan demikian guru
hendaknya mampu memberikan tuntunan, misalnya, dengan cara mengulang kembali
pertanyaan yang sudah dilontarkan, dengan maksud agar siswa tersebut lebih
mengerti arah dan tujuan dari pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Menurut pendapat (Ny. Roestiyah NK,
1989: 44) mengatakan bahwa “suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang
(performance siswa).” Jadi dengan mencermati usaha-usaha dari tujuan metode
tanya jawab di atas, maka makna yag nterkandung di dalamnya cukup sistematis
dan analisis. Dengan menghadirkan sarana-sarana seperti ini siswa akan mampu
berpikir dan berbicara mengemukakan pendapatnya dengan benar pula.
2.3 Keterampilan
Merespon Pertanyaan Guru
Agaknya
setiap orang pernah mengalami yang namanya mendengar tanpa mengerti dengan
jelas apa yang dimaksud oleh si pembicara, atau si pendengar mempunyai
penafsiran yang berbeda dengan si pembicara. Terjalinnya komunikasi antara si
pembicara dengan si pendengar ini kemunkinan besar kesalahannya terletak pada
si pembicara.
Pendidikan
pada hakekatnya berlangsung dalam suatu proses. Proses itu berupa transpormasi
nilai-nilai, pengetahuan, teknologi, dan keterampilan. Yang menerima proses
adalah siswa yang sedang tumbuh dan berkembang ke arah pendewasaan kepribadian
dan penguasaan pengetahuan. Untuk menjaga agar proses ini berlangsung dengan
baik, dituntut adanya hubungan yang baik antara guru dengan siswa (Maidar G. Arsjad,
1998: 12). Jadi dorongan ingin tahu yang memotivasi siswa untuk belajar,
hendaknya dimanfaatkan ole hpengajar. Tugas pengajar dalam hal ini bukanlah
sekedar memompakan ilmu pengetahuan, tetapi menyiapkan situasi yang dapat
menggiring siswa untuk berkarya, menanggapi, mengamati, serta menemukan fakta
atau konsep sendiri.
Menurut
teori Gestalt, yang terpenting dalam belajar adalah penyesuaian pertama, yaitu
mendapatkan respons atau tanggapan yang tepat. Jadi dalam hal ini, siswa
hendaknya selalu dirangsang untuk selalu bertanya, berpikir kritis, dan
menemukan argument-argumen yang tepat dalam mempertahankan pendapatnya.
Kreativitas siswa dapat dirangsang dengan pertanyaan-pertanyaan. Untuk
mengembangkan pikiran kritis ini siswa memerlukan situasi dimana mereka menjadi
lebih bertanggung jawab dalam mengemukakan pendapatnya dan responnya
(Badarudin, 2006: 51).
Menurut
Skinner, belajar adalah suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya
menjadi lebih baik, akan tetapi di saat tidak belajar maka responnya menurun.
Dalam belajar ditemukan adanya hal sebagai berikut :
1.
Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan
respons pebelajar.
2.
Respon si pebelajar, dan
3.
Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon
tersebut.
Jadi dalam hal belajar, perhatian
mempunyai peran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan menanggapi
atau merespon materi yang disampaikan oleh guru dalam kegiatan belajar
mengajar. Dari kajian teori belajar, pengolahan informasi terungkap bahwa,
“tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar (Gage dan Berliner, 1984:
335). Jadi keterampilan untuk merespons atau menanggapi materi yang disampaikan
ole hguru sangat bergantung kepada konsentrasi atau perhatian dari siswa itu
sendiri.
Menurut Herbart, orang pandai
adalah orang yang mempunyai banyak tanggapan yang tersimpan dalam otaknya. Jadi
belajar adalah memasukkan tanggapan atau respon sebanyak-banyaknya,
berulang-ulang dan sejelas-jelasnya.
Respons itu mengacu kepada proses
perubahan perilaku yang dihasilkan oleh terciptanya relasi antara rangsangan
dan tanggapan. Misalnya seseorang yang mendengar suara music ia akan langsung
mengetuk-ngetukkan kakinya mengikuti irama music tersebut. Respon adalah
perilaku yang lahir sebagai hasil masuknya rangsangan ke dalam pikiran
seseroang. Rangsangan itu bisa dating dari objek, misalnya peta, lingkungan,
peristiwa, suasana, orang lain atau dari aktivitas subjek lain. Misalnya orang
lain bertanya kepada kita dan kita akan memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Untuk dapat melakukan proses
belajar, respon yang baik sekurang-kurangnya diperlukan hal-hal sebagai
berikut:
1.
Penampiran objek, peristiwa atau suasana yang
memungkinkan munculnya reaksi individu terhadap hal-hal itu. Untuk itu, objek,
peristiwa atau suasana harus memiliki daya rangsang yang baik. Misalnya gambar
yang berwarna, jauh lebih menarik daripada gambar hitam putih.
2.
Individu yang memiliki kesiapan untuk memberikan
reaksi terhadap pemberi rangsangan. Reaksi yang diberikan seseorang tergantung
antara lain pada kesiapan, pengalaman, dan kemampuan.
Proses pembelajaran yang baik ialah
yang memungkinkan terjadinya relasi antara respon yang baik. Pertanyaan yang
singkat dan jelas akan dapat mengundang respon yang lebih baik dari pertanyaan
yang panjang dan berbelt-belit yang mungkin bisa menyesatkan. Oleh karena itu
guru harus mampu memilih rangsangan yang baik dan mampu memberiakan rangsangan
yang baik pula.
Bila seseorang berinteraksi
(seperti kita semua melakukanya), rangsangan yang diakibatkannya akan mendorong
dan akan menghasilkan perilaku. Beberapa filosofis menamakan pandangan ini
interaksi, artinya “menyeimbangkan sesuatu dengan yang lain dalam saling
hubungan sebab-akibat” (Rahmat, 2004: 3).
Umpan balik yang diberikan oleh
siswa selama pelajaran berlangsung ternyata bermacam-macam, tergantung dari
rangsangan yang diberikan oleh guru. Rangsangan yang diberikan oleh guru
bermacam-macam dengan respon yang atau tanggapan yang bermacam-macam pula dari
siswa. Rangsangan diberikan oleh guru dalam bentuk tanya, maka respon atau
tanggapan siswa akan mengacu ke bentuk jawaban. Dengan demikian lahirlah
interaksi melalui tanya jawab antara guru dengan siswa. Sebaliknya, rangsangan
siswa dalam bentuk tanya, maka tanggapan atau respon guru dalam bentuk jawab.
Pada tahap selanjutnya mengajar
merupakan sebuah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa
(Sudjana, 1991: 29). Sebagai orang yang menginginkan keberhasilan dalam
mengajar, guru selalu mempertahankan agar respons atau umpan balik selalu
berlangsung dalam diri siswa. Umpan balik itu tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi
juga dalam bentuk mental yang selalu berproses untuk menyerap bahan pelajaran
yang diberikan oleh guru.
2.4 Pengaruh
Penggunaan Metode Tanya Jawab terhadap Kemampuan Merespon Pertanyaan Guru
Sebagaimana
yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan penggunaan metode tanya jawab adalah
untuk menumbuh-kembangkan tradisi intelektual, mengambil keputusan dan
kesimpulan, menyamaka persepsi, apresiasi, dan visi, serta menghidupkan
kepedulian dan kepekaan sisw. Tanya jawab adalah suatu metode yang sangat
dianjurkan penggunaannya dalam dunia pendidikan. Pembelajaran dengan metode
tanya jawab dapat menciptakan situasi pembelajaran yang dapat memungkinkan para
siswa untuk terlibat secara dalam proses belajar mengajar tersebut. Konsep
utama dalam bertanya jawab adalah pertukaran, artinya dalam tanya jawab sangat
diutamakan adanya proses saling memberi dan menerima pikiran, pandangan,
pendapat, serta pengetahuan dan pengalaman antara peserta tanya jawab. Oleh
karena itu, selama kegiatan tanya jawab berlangsung, siswa harus bisa menjadi
pembicara dan pendengar yang baik, dalam arti para siswa mampu menyampaikan
pikiran, pendapat, dan pandangannya dengan jujur dan jelas.
Sebagai
salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang sangat penting
dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun
kegaitan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran. Ini berarti
seorang guru harus memahami benar kedudukan metode sebagai alat untuk
ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar.
Motivasi
ekstrinsik menurut (Sudirman, A.M, 1988: 90)
adalah motiv-motiv yang aktif dan berfungsi, karena adanya perangsang
dan respon dari luar. Oleh karena itu guru yang bertindak sebagai pembimbing,
seyogyanya mampu untuk menumbuhkembangkan motivasi siswa agar ketika terjadi
kegiatan bertanya jawab, siswa mampu untuk mengapresiasikan pendapatnya dengan
berani.
Akan tetapi
tidak semua siswa yang mempunyai daya tangkap yang sama terhadap pertanyaan.
Ada yang mudah memahami dan menangkap pertanyaan, tapi tidak jarang pula yang
kesulitan dalam memahami dan mencerna suatu pertanyaan.
Adapun
terhadap siswa yang merasa sulit dalam menangkap makan pertanyaan, hendaknya
seorang guru memberikan bantuan tuntunan, misalnya dengan cara mengulang
kembali pertanyaan yang diberikan, merumuskan kembali pertanyaan dengan
kata-kata yang lebih mudah untuk dimengerti atau dengan menyederhanakan
kalimat-kalimat pertanyaan agar mudah direspon maknanya.
Keunggulan
dari penggunaan metode tanya jawab ini dapat kita rasakan ketika seorang guru
mengajukan pertanyaan kepada siswanya dan pertanyaan tersebut dapat menarik
perhatian siswa, meskipun pada saat itu siswa dalam keadaan rebut, begitu juga
siswa yang sedang mengantuk akan tiba-tiba terbangun dari rasa kantuknya.
Selain itu juga pertanyaan akan mampu merangsang daya respon siswa untuk
melatih dan mengembangkan daya pikir dan daya ingatnya, mengembangkan
keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapatnya.
Pemakaian
atau penggunaan metode tanya jawab atau Brain storming (metode sumbang saran)
sudah diakui keampuhannya atau keunggulannya dalam meningkatkan kreativitas
siswa dalam merespon guru dan sekelilingnya.
2.5 Hipotesis
Penelitian
Hipotesis
merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari suatu penelitian (Fraenkel
dan Wallen, 1990: 40) atau hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara
terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian (Riyanto, 1996: 16).
Menurut rumusannya dalam penelitian, hipotesis terdiri dari hipotesis nol
(hipotesis statistic) dan hipotesis kerja (Ha), atau hipotesis
penelitian/alternatif.
Hipotesis
kerja adalah rumusan hipotesis yang disusun peneliti dalam penelitiannya,
sedangkan hipotesis nol adalah hipotesis bandingan dari hipotesis kerja yang
diuji peneliti dengan menggunakan perhitungan statistic (Subana dan Sudrajat,
2001). Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, hipotesis penelitian ini
dirumuskan bahwa “Terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan metode
tanya jawab terhadap kemampuan merespon pertanyaan guru siswa kelas VIII MTs.
NW 2 Kembang Kerang tahun pembelajaran 2008/2009.”
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 Metode
yang Digunakan
Penggunaan
metode dalam penelitian adalah deskriptif, yang dapat dipahami dalam suatu
pendapat bahwa “penyelidikan deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada
pada masa sekarang” (Surahmad, 1982: 139). Sejalan dengan pendapat tersebut,
penelitian deskriptif itu untuk memperoleh informasi tentang bagaimana
gejala-gejala yang terjadi pada saat penelitian dilakukan (Furchan, 1982: 415).
Jadi dalam penelitian ini sudah jelas menggunakan jenis penelitian eksperimen,
karena hal ini ditujukan atau diarahkan untuk menggambarkan gejala-gejala atau pengaruh
yang ditimbulkan oleh penggunaan metode tanya jawab terhadap kemampuan merespon
pertanyaan guru dari siswa. Perlu digunakan pendekatan komparasi atau
perbedaan, dimana pendekatan ini dapat dijelaskan sebagai “komparasi
(perbandingan) untuk menemukan persamaan dan perbedaan tentang benda-benda,
orang, prosedur kerja, dan ide” (Arikunto, 1998: 209). Dengan melalui gambaran
tersebut dapat diartikan sebagai upaya untuk menemukan ada atau tidaknya
perbedaan dan persamaan dalam keterampilan merespon pertanyaan guru berdasarkan
penggunaan metode tanya jawab dari masing-masing siswa, berdasarkan aktif dan
tidaknya mereka berbicara pada saat melakukan atau mengajukan pertanyaan, serta
memberikan saran terhadap masalah-masalah yang menjadi bahan diskusi di kelas.
3.2 Rancangan
Penelitian
Prosedur
pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebagai berikut: Memilih subjek penelitian
dari siswa kelas VIII pada Madrasah Tsanawiyah NW 2 Kembang Kerang Kecamatan
Aikmel Lombok Timur sebanyak 36 orang. Karena penelitian ini bertujuan untuk
mengtahui “Pengaruh penggunaan metode tanya jawab terhadap kemampuan merespon
pertanyaan guru”, maka penggunaan metode tanya jawab dijadikan sebagai variabel
bebas, sedangkan kemampuan merespon pertanyaan guru sebagai variabel terikat.
Adapun pola
rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel
Bebas
|
Variabel
Terikat
|
Penggunaan
metode tanya jawab (x)
|
Kemampuan
merespon pertanyaan guru (y)
|
(Sudjana, 2001: 60)
Analisis
pengaruh dapat dilakukan dengan menghitung korelasi dari skor hasil penggunaan
metode tanya jawab (variabel bebas) dengan skor hasil tes kemampuan merespon
pertanyaan guru (variabel terikat) dengan menggunakan statistic korelasi
product moment.
3.3 Populasi
dan Sampel Penelitian
Tentan
populasi, ada beberapa ahli yang memberikan pengertian antara lain “Apabila
seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka
penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 1985: 90). Pendapat lain
mengatakan bahwa “Seluruh individu yang menjadi subyek penelitian yang
nantinaya kan dikenai generalisasi disebut populasi (population)” (I.B. Netra,
1974: 10).
Berdasarkan
pendapat para ahli tersebut di atas, maka yang menjadi populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas VIII pada MTs. NW 02 Kembang Kerang yang
berjumlah 36 orang. Sedangkan untuk menentukan besarnya sampel berpedoman pada
pendapat seorang ahli yang mengatakan bahwa “Bila populasi cukup homogen,
terhadap populasi di bawah 100 dapat dipergunakan sampel sebesar 50%, di bawah
1000 dapat dipergunakan sampel 20%-25%, dan di atas 1000 dipergunakan sampel
10%-15%” (Winarno Suarkhmad, 1987: 64). Jadi dalam penelitian ini yang
digunakan adalah penelitian populasi sekaligus sampel penelitian karena
populasinya kurang dari 100 orang.
3.4 Variabel
dan Definisi Operasional
Dalam
penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu penggunaan metode tanya jawab dan
kemampuan merespon pertanyaan guru pada siswa.
Metode tanya
jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus
dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada
guru (S.B. Sjamarah, dkk, 1996: 197). Sedang di sisi lain metode tanya jawab
diartikan sebagai metode yang tertua dan banyak digunakan dalam proses
pendidikan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun di lingkungan
sekolah.
Jika
diperhatikan makna yang terkandung dalam metode tanya jawab sebagaimana yang
dijelaskan di atas, maka metode tanya jawab merupakan suatu wadah yang
digunakan untuk melatih keterampilan siswa dalam mengembangkan keberanian dan
keterampilan menjawab, mengemukakan pendapat serta merangsang siswa untuk
mengembangkan daya pikirnya termasuk daya ingatnya.
Sedangkan
kemampuan merespon adalah kemampuan untuk menanggapi rangsangan yang datangnya
dari sumber lain. perhatian mempunyai peran yang sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan menanggapi atau merespon materi yang disampaikan di
dalam kegiatan belajar mengajar. Jadi kemampuan untuk merepson atau menanggapi
itu sangat bergantung dari konsentrasi atau perhatian kita terhadap orang lain
pada saat melakukan interaksi.
3.5 Instrumen
dan Teknik Pengukuran
Suharsimi Arikunto (1986: 110)
mengemukakan bahwa “metode penelitian adalah cara yang dipakai dalam
mengumpulkan data, sedangkan instrumen adalah alat bantu yang digunakan dalam
mengumpulkan data itu.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi, kuesioner, dan test. Observasi digunakan untuk
mengukur penggunaan metode tanya jawab dan kemampuan merespon pertanyaan guru.
Kuesioner digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam merespon pertanyaan
guru, dan test digunakan untuk mengukur penggunaan metode tanya jawab dan
kemampuan merespon pertanyaan guru. Berikut ini akan dibaha satu persatu.
3.5.1
Observasi
Observasi
merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap objek
penelitian (Riyanto, 1996: 96). Observasi dapat dilaksanakan secara langsung
dan tidak langsung.
Observasi
langsung adalah mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap
gejala-gejala subyek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan di dalam
situasi sebenarnya maupun dilakukan di dalam situasi buatan yang khusus
diadakan. Sedangkan observasi tak langsung adalah mengadakan pengamatan
terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki dengan perantara sebuah alat.
Observasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung dimana peneliti
langsung mengadakan pengamatan terhadap siswa di dalam kelas.
3.5.2
Angket (Questioner)
Angket
(quesioner) adalah “alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar pertanyaan
yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis melalui daftar
pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya (Riyanto, 1996: 87).
Pendapat
lain juga mengatakan bahwa “Angket (questioner) adalah suatu metode pengumpulan
data dengan cara mengajukan suatu daftar pertanyaan tertulis kepada sejumlah
individu, dan individu yang diberikan daftar pertanyaan tersebut diminta untuk
memberikan jawaban secara tertulis pula” (S. Nasution, 1993: 45).
Cara
pelaksanaan kuesioner di atas adalah siswa diminta untuk memberikan tanda (x)
pada salah satu pilihan jawaban dari masing-masing butir soal yang sesuai
dengan harapan atau cita-cita, atau yang sesuai dengan ciri pribadi
masing-masing.
Cara
pelaksanaannya adalah sebagai berikut: jawaban sangat setuju diberi skor 5,
setuju skor 4, ragu-ragu skor 3, tidak setuju skor 2, dan sangat tidak setuju
skor 1. Dengan demikian skor maksimal ideal yang dapat dicapai adalah 100, dan
skor minimal idealnya adalah 20.
3.5.3
Test
Tes adalah
sejumlah pertanyaan yang disampaikan pada seseorang atau sejumlah orang untuk
mengungkapkan keberadaan atau tingkat perkembangan salah satu atau beberapa
aspek fsikologi di dalam dirinya. Menurut ahli lain bahwa “tes adalah sejumlah
daftar pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi hasil
belajar”.
Disamping
itu, tes adalah sebuah alat ukur sebagaimana halnya dengan alat ukur panjang,
berat, suhu dan lainnya. Akan tetapi tes itu untuk mengukur aspek perilaku
manusia sehingga tes itu harus memiliki persyaratan agar dikatakan sebagai alat
ukur yang baik. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk
tes essay.
Essay
adalah suatu bentuk pertanyaan yang terdiri dari suatu suruhan yang menghendaki
jawaban-jaawban yang berupa uraian. Bentuk-bentuk pertanyaan atau suruhan yang
meminta kepada murid-murid untuk menjelaskan, membandingkan,
menginterpretasikan dan mencari perbedaan. Semua jenis pertanyaan tersebut
mengharapkan agar murid menunjukkan pengertian terhadap materi yag ndiajarkan.
Keunggulan
dan kelemahan tes essay menurut Kartawidjaya (1967: 49) adalah sebagai berikut
:
1.
Jalan pikiran tester dapat dibaca dan diikuti
dari kalimat yang dibicarakan.
2.
Lebih mudah disusun oleh tester dari daripada
soal bentuk lain.
3.
Walaupun nilai yang diberikan tester itu
bersifat subyektif, tester secara realitif akan mendapat nilai minimum yang
lebih besar daripada nilai minimum bentuk objektif.
4.
Melatih tester berpikir kritis dan kreatif yang
dituangkan dalam kalimat.
Kelemahan-kelemahan
tes essay :
1. Hanya
bisa dikoreksi oleh pembuat soal.
2. Nilai
yang diberikan tester bersifat subyektif, apalagi jika terpengaruh oleh
kejelian tester dalam menjawab pertanyaan.
3.6 Jenis
Data
Jenis data dalam pelaksanaan
penelitian dapat dibagi menjadi dua pokok yakni: data kualitatif dan data
kuantitatif. Jenis data kualitatif adalah jenis data yang berhubungan dengan
nilai misalnya baik, buruk, indah, jelek dan sebagainya. Sedangkan jenis data
kuantitatif adalah jenis data yang berhubungan dengan bilangan atau angka.
Seperti yang dijelaskan seorang ahli bahwa “Jenis data kuantitatif adalah nilai
dari perubahan yang dinyatakan dalam angka-angka” (Krisnamurti, 1995: 8). Jenis
data kuantitatif ini dalam skala pengukurannya terbagi menjadi empat kategori,
yaitu: nominal, ordinal, interval dan rasio.
3.7 Teknik
Analisis Data
Data yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah data mentah yang masih perlu diolah dan
dianalisa. Sesuai dengan rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yang
dikaitkan dengan tujuan penelitiannya, maka analisis statistic yang digunakan
untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan metode tanya jawab terhadap
kemampuan merespon pertanyaan guru adalah analisis statistik korelasi product
moment (rxy).
Deskripsi
Data
Data yang diperoleh dideskripsikan
dengan menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif ini meliputi:
penentuan skor maksimal ideal (SMi), harga rata-rata ideal (Mi), dan simpangan
baku ideal atau standar deviasi (SDi). Harga M dan SD diperoleh dengan cara :
Mean (M) = ½ x (skor maksimal ideal + skor minimal ideal), standar deviasi (SD)
= 1/6 x (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) (Dantes, 1983: 78).
Hal
ini dilakukan untuk memperoleh pendeskripsian data.
Kedua variabel dalam penelitian ini
dideskripsikan ke dalam tiga kategori, yaitu :
Mi
+ 1 SDi … Mi + 3 SDi = Tinggi
Mi
– 1 SDi …
Mi
– 3 SDi …
FI �=y e %_ 0�\ ze:
12.0pt;line-height:115%;font-family:"Times New Roman","serif"'>3. Refuser la permission (menolak
permintaan izin)
Sesuai
dengan rancangan penelitiannya, digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
rxy =
product moment
x = variabel
bimbingan
y = variabel
prestasi belajar
S = sigma (jumlah)
(Riyanto, 1996: 107)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsjad, G. Maidar. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.
Djamarah, S.B, dkk, 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Djamarah, S.B. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya:
Usaha Nasional.
Djamarah, S.B. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar, 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi
Aksara.
M. Mansur, dkk. 1987. Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar Bahasa
Indonesia. Bandung: Jemmars.
Nasution, S. 2004. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Netra, I.B. 1974. Statistik Inferensial. Surabaya: Usaha
Nasional.
N.K. Roestiyah, 1994. Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem.
Jakarta: Rineka Cipta.
Panen, Paulina, MLS, dkk. 2003. Modul Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Riyanto, Yatim. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan.
Surabaya: SIC.
Slameto, 1988. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syafi’ie, H. Imam, dkk. 1997. Pendekatan Pembelajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tohri, Ahmad, dkk. 2007. Simponi Belajar dan Pembelajaran.
Selong.
Contoh : Je suis
vraiment désolée mais ce n’est pas possible (sopan)
Quand je dis non, c’est non. (tidak
sopan)
4. Refuser une offre (menolak penawaran)
Contoh : Non
merci, pas pour l’instant. (sopan)
Dalam
bahasa prancis ungkapan penolakan yang sering muncul sangat beragam, tergantung
kepada situasi tutur. Contoh situasi : Lisa mengajak teman dekatnya Laura untuk
menonton festival film perancis, tetapi karena Laura tidak menyukai film yang
dipilih oleh Lisa, ia menolak ajakan tersebut, ungkapan penolakan yang mungkin
muncul adalah:
a) Je regrette mais je ne peux pas venir
b) Non je n’ai pas envie.
Tuturan a dan b
diatas pada intinya adalah tidak dapat memenuhi ajakan dari mitra tutur.
Pemilihan jenis tuturan yang digunakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu
seperti :
Apakah lawan tutur lebih muda, lebih
tua atau seusia, atau apakah hubungan keakraban mereka sudah baik atau dekat.
Apakah status sosial lawan tutur lebih
rendah atau lebih tinggi (misalnya, dosen dan mahasiswa, dokter dan pasien)
Pada situasi apa percapakan terjadi
(publik atau non publik)
Pada situasi
percakapan Lisa dan Laura, penggunaan tuturan b yaitu non je n’ai pas envie
(saya tidak mau) itu sah-sah saja, karena Lisa dan Laura adalah teman dekat
yang hubungan keakrabanya baik Tapi bila tuturan b tersebut dituturkan dalam
konteks yang berbeda misalnya oleh seorang mahasiswa kepada dosennya maka akan
menimbulkan ketegangan karena dosen tersebut menganggap bahwa mahasiswa nya
tidak memiliki sopan santun berbahasa, lain halnya jika mahasiswa tersebut
mengunakan tuturan a yaitu Je regrette mais je ne peux pas venir (saya menyesal
tidak bisa datang) maka akan terdengar lebih sopan karena bersifat tidak
langsung dengan menggunakan ungkapan penyesalan.
A.6 Kekuasaan
dan Solidaritas
Ujaran juga
dapat mencerminkan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur, terutama
sekali hubungan kekuasaan dan solidaritas. Kekuasaan yang dimaksud merupakan
status sosial antara penutur dan mitra tuturnya sedangkan solidaritas di sini
berarti hubungan atau keakraban antara penutur dan mitra tutur. Istilah-istilah
ini berkaitan dengan sosiolinguistik, diperkenalkan oleh Brown dan Gilman ahli
psikologi sosial pada tahun 1960, yaitu dalam makalah-makalah klasik mengenai
pemarkah kebahasaan. Jamil (1995:169) dalam bukunya berpendapat tentang
kekuasaan dan solidaritas :
Kekuasaan sudah
cukup jelas tetapi solidaritas sulit untuk didefinisikan. Istilah ini berkenaan
dengan jarak sosial antara orang-orang yaitu seberapa banyak seberapa banyak
mereka berbagi ciri sosial dan seberapa siap mereka untuk saling akrab.
Setiap
individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status
merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam
tingkah lakunya, status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau
posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya Brown dan Gilman
memberi pengertian terhadap kekuasaan adalah sebagai berikut “Power is
relationship between at least two persons and it is nonreciprocal in the sense
that both cannot have power in the same area of behavior “.
Sedangkan
Fasold berpendapat tentang kekuasaan berdasarkan penelitian Brown and Gilman
yaitu “older people are assumed to have power over younger people, parent over
children, employers over employees, nobles over peasants, military officiers
over enlisted man”. Dalam kaitannya dengan Teori kesopanan Leech yang
menyatakan bahwa Semakin jauh jarak peringkat sosial (rank rating) antara
penutur dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung semakin santun,
sedangkan semakin dekat jarak peringkat status sosial diantara keduanya, akan
cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan, maka dapat disimpulkan
bahwa seseorang yang memiliki status sosial lebih rendah akan memberikan jenis
tuturan yang lebih tinggi (sopan) pada lawan tuturnya, demikian sebaliknya.
Solidaritas
merupakan hubungan yang simetris yang berdasarkan keseimbangan dan kesamaan
sosial. Brown dan Gilman menguraikan pengertian mengenai solidaritas (1972:309)
solidarity is the name we give to the general relationship and solidarity is
symmetrical. Sedangkan Fasold (1990:4) berpendapat solidarity implied a sharing
between people, a deegre of closness and intimacy. Dalam kaitannya dengan teori
Leech semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi
semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak
peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah
tuturan yang digunakan.
Yang
terpenting adalah hubungan antara kekuasaan dan solidaritas ini terbukti
universal.Menurut Jamil (1996:177) hubungan solidaritas antara penutur dan
mitra tuturnya dianggap sebagai suatu kasus dari fenomena umum.Terdapat banyak
penelitian kebahasaan di dunia yang mendasari pada aspek solidaritas dan
kekuasaan antara penutur dan mitra tuturnya dalam berkomunikasi.
A.7
Sintesis Teori
Pragmatik
merupakan cabang dari ilmu linguistik yang akhir-akhir ini mengalami
perkembangan yang cukup pesat baik dari segi teori maupun penelitiannya.Ilmu
pragmatik ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1983 oleh Morris.Inilah
awal dari cikal bakal perkembangan ilmu pragmatik yang pada akhirnya melahirkan
pakar-pakar handal dibidangnya, seperti Searle, Yule, Brown dan Levinson,
Leech, dll.Ilmu pragmatik memiliki berbagai macam ruang lingkup yang turut
memperkaya kajiannya, seperti tindak tutur dan juga kesopanan berbahasa.
Dalam
berkomunikasi, dibutuhkan adanya kesopanan berbahasa agar tujuan dari
komunikasi dapat tercapai dan juga tercipta hubungan yang baik antara penutur
dan mitra tutur. Menurut Leech untuk dapat mengukur kesopanan berbahasa
terdapat lima indikator yaitu, skala kerugian dan keuntungan, banyak atau
sedikitnya pilihan, skala ketidaklangsungan, skala keotoritasan, dan jarak
sosial. Leech juga menciptakan maksim-maksim sopan santun yang mengatur
prinsip-prinsip kesopanan berbahasa, yaitu maksim kearifan, kedermawanan,
pujian, kerendahan hati, kesepakatan, dan simpati. Sampai saat ini prinsip
kesopanan Leech dianggap paling lengkap,
mudah dimenggerti, dibanding prinsip kesantunan para pakar pragmatik lain.
Tindak
tutur merupakan salah satu kajian dari ilmu pragmatik, yang mempelajari tentang
bagimana manusia mempersepsikan ujarannya.Gagasan tindak tutur awalnya
ditemukan oleh J.L. Austin (1962) dalam karyanya yang terkenal “How to Do
Things with Words”.Dalam sebuah peristiwa tutur terdapat unsur-unsur yang
mendukung terjalinnya komunikasi, yaitu penutur dan mitra tutur, konteks
tuturan dan tujuan tuturan tersebut. Tindak tutur sendiri memiliki beberapa jenis
tergantung pada pengembangan teori dari para pakar pragmatik, mulai dari Searle
yang membagi tindak tutur menjadi lima yaitu representatif, direktif,
ekspresif, komisif, deklarasi, hingga Austin yang terkenal dengan teori tindak
tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Ketika
berbicara dengan orang lain kita wajib mematuhi rambu-rambu dalam
berkomunikasi, salah satunya adalah penggunan kesantunan berbahasa, agar setiap
orang merasa kerasan ketika melakukan peristiwa pertuturan. Misalnya pada saat
kita melakukan penolakan terhadap apa yang diinginkan oleh mitra tutur,
penerapan kesopanan berbahasa menjadi sangat penting karena tindak tutur
penolakan ini merupakan salah satu dari beberapa jenis tindak tutur yang bila
pemakaiannya tidak diperhatikan dapat mengancam muka lawan tutur kita.
Melakukan penolakan tidaklah mudah, karena pada dasarnya setiap orang ingin
keinginannya terpenuhi dengan baik.Dengan penerapan kesopanan berbahasa dalam
tindak tutur ini diharapkan resiko keterancaman muka lawan tutur dapat
diminimalisir.
Kesopanan
berbahasa selalu terkait oleh dua hal yaitu kekuasaan dan solidaritas antara
penutur dan mitra tuturnya. Hal-hal tersebut bisa menjadi penentu bagi
pemilihan jenis tuturan yang sesuai. Kekuasaan yang dimaksud merupakan status
sosial antara penutur dan mitra tuturnya sedangkan solidaritas berarti hubungan
atau keakraban antara penutur dan mitra tutur. Bila kita berhadapan dengan
mitra tutur yang status sosialnya lebih tinggi kita cenderung memberikan jenis
tuturan yang lebih tinggi pula, demikian sebaliknya. Dan bila hubungan antara
penutur dan mitra tuturnya tidak akrab tuturan yang diberikan cenderung lebih
sopan dibanding dengan mitra tutur yang hubungannya sudah akrab.
Dalam
mempelajari bahasa asing orang selalu beranggapan bahwa yang terpenting adalah
dapat berbicara baik dengan tataran gramatikal yang tepat sehingga kalimat yang
kita ujarkan dapat dipahami dengan baik. Tetapi sesungguhnya penguasaan aspek
gramatikal saja tidak cukup dalam mempelajari suatu bahasa, kita juga harus
memahami prinsip-prinsip kesopanan berbahasa agar tuturan kita menjadi sempurna
sehingga dalam proses komunikasi tidak ada yang
tersakiti.
Bab
III
Metodologi
Penelitian
A. Satuan Analitik.
Pada penelitian
ini metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Penelitian deskriptif
berusaha mendeskripsi dan menginterpretasi apa yang ada. Penelitian ini
berusaha memberikan gambaran dengan sistimatis dan cermat tentang fakta aktual
dan sifat populasi tertentu (Margono (2007:8)). Kuantitatif deskriptif cocok
diterapkan dalam penelitian ini karena penelitian ini bermaksud untuk membuat
deskripsi mengenai situasi atau fenomena kesantunan berbahasa pada mahasiswa,
sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih detail mengenai sejauh mana
pemahaman mahasiswa tentang kesopanan berbahasa. Inti dari setiap penelitian
deskriptif adalah, menyajikan data, menganalisis, dan menginterpretasi data.
Penelitian ini
difokuskan pada pemahaman mahasiswa mengenai kesantunan berbahasa khususnya
pada saat melakukan penolakan terhadap lawan tuturnya. Sejauh mana mahasiswa
memahami dan menggunakan kesantunan berbahasa dalam proses komunikasi dapat
terlihat pada penelitian ini. Pada kenyataannya setiap orang yang berbicara
baik secara tata bahasa, belum tentu memiliki pemahaman yang baik juga mengenai
kesantunan berbahasa, oleh karena itu kemampuan tata bahasa saja tidak cukup
dalam berkomunikasi.
Untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman kesopanan berbahasa pada mahasiswa dalam melakukan
penolakan, maka dibuat instrumen berupa tes objektif dengan bentuk pilihan
ganda yang dikembangkan dari teori kesantunan berbahasa Geoffrey Leech. Menurut
Margono (2007:170) tes objektif adalah suatu tes yang disusun di mana setiap
pertanyaan tes disediakan alternatif jawaban yang bisa dipilih. Tes bentuk ini
sangat efektif karena dapat menghasilkan skor yang konstan, tidak tergantung
kepada siapapun yang memberi skor, karena pemberi skor tidak dipengaruhi oleh
sikap subjektivitas. Dalam tes pada penelitian ini terdapat 9 butir pertanyaan
yang berupa situasi cerita, situasi-situasi tersebut disusun agar responden
dapat melakukan penolakan kepada lawan tuturnya, dengan memilih 1 dari 3
pilihan jawaban yang tersedia, kategori pilihan jawaban tersebut diperoleh dari
pendapat dan masukan penutur asli. Pilihan jawaban tersebut dibagi menjadi 3
jenis yaitu:
Kalimat
penolakan sopan
Kalimat
penolakan samar-samar
Kalimat
penolakan tidak sopan
Sedangkan
kesembilan situasi yang terdapat dalam tes, adalah sebagai berikut :
1. Status sosial (+), Keakraban (-).
Pada
situasi pertama penutur adalah seorang mahasiswa yang menolak tawaran dosennya
yang menawarinya sebuah pekerjaan yang bagus. Penutur menolak karena dalam
pekerjaan tersebut terdapat kontrak untuk tidak menikah selama 2 tahun pada
masa awal bekerja, di sisi lain penutur telah memiliki tunangan dan akan segera
menikah.
2. Status sosial (+), Keakraban (-).
Pada
situasi kedua penutur adalah seorang mahasiswa yang menolak ajakan kakak
kelasnya untuk menonton sebuah film romantis di bioskop. Penutur tidak terlalu
mengenal kakak kelas tersebut dan ia juga tidak menyukai film romantis, oleh
karena itu penutur menolak ajakan tersebut.
3. Status sosial (+), Keakraban (+).
Pada
situasi ini penutur juga seorang mahasiswa yang menolak saran dari dosen
penutur aslinya, walaupun dosen dan mahasiswa tapi hubungan mereka dekat
seperti seorang sahabat karena sering berpergian bersama.Dosen penutur asli
tersebut memberi saran kepada penutur untuk berhenti merokok demi menjaga
kesehatan, tetapi karena alasan sulit dan belum mau, penutur menolak saran
tersebut.
4. Status sosial (=), Keakraban (+).
Pada
situasi keempat penutur menolak permintaan teman kecilnya yang juga merupakan
teman terbaiknya, yang diam-diam menyukainya. Penutur lebih memilih hubungan
pertemanan dibanding percintaan, dengan alasan itu ia menolak permintaan teman
tersebut untuk menjadi kekasihnya.
5. Status sosial (=), Keakraban (-)
Pada
situasi ini penutur berada di sebuah perpustakaan dan duduk disamping jendela
yang telah ia tutup karena sedang sakit, tiba-tiba seseorang yang tidak pernah
dikenalnya duduk disebelahnya, dan meminta penutur membuka jendela tersebut,
karena tidak ingin sakitnya bertambah parah penutur menolak permintaan
tersebut.
6. Status sosial (=), Keakraban (-)
Pada
situasi keenam penutur memiliki tetangga baru yang pindah seminggu yang
lalu.Oleh tetangga baru tersebut penutur diundang ke pesta dirumahnya. Di pesta
itu penutur sudah sangat kenyang karena banyak menyantap hidangan yang
disediakan, tetapi tetangga baru itu memaksa penutur untuk mencicipi kue yang
ia buat sendiri.
7. Status sosial (-), Keakraban (+).
Pada
situasi ini penutur adalah seorang mahasiswa yang mempunyai adik kelas yang
cukup akrab dengannya. Adik kelas tersebut ingin meminjam buku tata bahasa dari
penutur, tetapi karena minggu depan ada ujian yang harus diikuti oleh penutur
maka ia sangat memerlukan buku itu, sehingga penutur menolak untuk meminjamkan
bukunya.
8. Status sosial (-), Keakraban (-)
Pada
situasi kedelapan penutur adalah sorang guru ppl di sebuah sma, salah seorang
muridnya mengajak penutur untuk mampir ke rumahnya, tetapi karena telah
memiliki janji terlebih dahulu dengan dosen di kampusnya penutur menolak ajakan
tersebut.
9. Status sosial (-), Keakraban (+).
Pada
situasi kesembilan penutur mempunyai seorang adik yang meminta tolong untuk
membantunya mengerjakan soal pr matematika, tapi karena penutur tidak menguasai
matematika maka ia menolak permintaan adiknya tersebut.
Setiap
situasi di dalam tes disususun berdasarkan teori kesopanan berbahasa Leech
yakni berdasarkan dua faktor utama yaitu status sosial dan juga keakraban
penutur dan mitra tutur.Situasi-situasi tersebut juga sangat dekat dengan
kehidupan sehari-hari sehingga dapat memudahkan responden untuk memposisikan
diri di setiap situasi.Setiap responden menjawab dengan memilih satu pilihan
jawaban yang menurut mereka paling tepat, dengan begitu dapat terlihat apakah
mereka menolak dengan sopan, menolak dengan samar-samar, atau menolak dengan
tidak sopan.Tiga jenis pilihan jawaban yang tersedia merupakan pendapat dan
masukan dari penutur asli bahasa Prancis.
Sebagai
sampel penelitian tes dilakukan terhadap 30 responden yang merupakan mahasiswa
tingkat II jurusan bahasa perancis UNJ tahun ajaran 2007/2008. Tes tersebut
dilakukan dari bulan mei hingga juni 2009. dalam tes tersebut responden diuji
sejauh mana pemahamannya mengenai kesantunan berbahasa dalam tindak tutur
menolak.
B. Prosedur Penelitian.
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang diberikan kepada mahasiswa
tingkat II dengan prosedur.
1. Pengumpulan data hasil jawaban tes dari
30 responden yang merupakan mahasiswa tingkat II jurusan bahasa perancis UNJ.
2. Identifikasi hasil jawaban responden
berdasarkan skala kesopanannya (sopan, samar-samar, tidak sopan)
3. Analisis data
4. Menghitung jumlah jawaban responden
C.
Analisis Data
Adapun
kegiatan menganalisis data yang telah diperoleh dari 30 responden, digunakan
tabel data pada setiap situasi untuk memudahkan penghitungan jawaban responden
serta pengklasifikasian jawaban tersebut berdasarkan tingkat kesopananya.
Responden Kalimat penolakan
Alasan
Sopan Samar–samar Tidak sopan
D.
Validitas
Validitas
tes adalah validitas isi karena butir-butir pernyataan dikembangkan sesuai
teori kesantunan berbahasa pada bab sebelumnya dan telah diteliti serta
diperbaiki oleh penutur asli.
E.
Reabilitas
r11
= ( k )
( Vt - ∑pq )
k-1 Vt
= (
9 ) (
1,04-1,86 )
9-1 1,04
= (
9 ) (
0,82 )
8 1,04
= 1,125
. 0,788
=
0,8865
keterangan:
r11 = reabilitas instrumen
K
= banyaknya butir pertanyaan
Vt
= varians total
p
= Banyaknya subjek yang skornya 1
N
q = Proporsi subjek yang mendapat skor 0
(q = 1-p)
Penghitungan
varians total dengan jumlah responden sebanyak 30 orang didapat v = 1,04 (lihat
lampiran). untuk menghitung uji reabilitas instrumen digunakan rumus K-R 20,
dan didapat hasil sebesar 0, 8865 , dengan demikian dapat dikatakan bahwa tes
ini reliabel .
0 comments:
Post a Comment