BAB I
PENDAHULUAN
1) Masalah
Setiap
anak memerlukan pembinaan dan perlidungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan
seimbang. Pembinaan dan perlindungan
anak ini tak mengecualikan pelaku tindak pidana anak, kerap disebut sebagai “anak nakal”. Anak yang
melakukan tindak pidana, dalam hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal
1 (angka 1) UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, ialah orang yang
telah mencapai 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin.
Dalam konteks hukum acara
pidana, Sudarto (1980) menegaskan bahwa
aktivitas pemeriksaan tindak pidana yang
dilakukan oleh polisi, jaksa, hakim dan pejabat lainnya haruslah mengutamakan kepentingan anak atau melihat
kriterium apa yang paling baik untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan tanpa
mengurangi perhatian kepada kepentingan masyarakat.
Sementara itu dari perspektif ilmu
pemidanaan, Paulus Hadisuprapto (2003) meyakini bahwa penjatuhan pidana
terhadap anak nakal (delinkuen) cenderung merugikan perkembangan jiwa anak di
masa mendatang. Kecenderungan merugikan ini akibat dari efek penjatuhan pidana
terutama pidana penjara, yang berupa stigma (cap jahat). Dikemukakan juga oleh
Barda Nawawi Arief (1994, pidana penjara dapat memberikan stigma yang akan terbawa terus walaupun yang
bersangkutan tidak melakukan kejahatan lagi. Akibat penerapan stigma bagi anak
akan membuat mereka sulit untuk kembali menjadi anak ”baik”.
2) Tujuan
Jadi
dalam makalah ini penulis akan menjelaskan hal-hal yang harus dipertimbangkan
dalam Penajatuhan Pidana dan Pemidanaan terhadapat anak nakal dan penasehat
hokum terhadap Penjatuahanb Pidana Kepada Anak Nakal
BAB II
PENJATUHAN PIDANA KEPADA ANAK NAKAL
1. Pengadilan Anak dan Perlindungan
Anak
Telah
disebut di muka bahwa undang – undang yang mengatur Pengadilan Anak adalah
Undang –undang Nomor 3 Tahun 1997 yang mulai berlaku 3 Januari 1998 atau satu
tahun terhitung sejak tanggal diundangkan undang-undang tersebut.
Pengadilan
Anak dibentuk memang sebagai upaya pembinaan dan perlindungan dalam rangka
menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan social anak secara
utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Oleh karenanya, ketentuan mengenai
penyelenggaraan pengadilan bagi anak dilakukan secara khusus. Meskipun
demikian, hokum acara yang berlaku (KUHAP) diterapkan pula dalam acara
pengadilan anak, kecuali ditentukan lain dalam Undang – undang Nomor 3 Tahun
1997 (vide Pasal 40).
Memperhatikan
klausul tersebut, pembahasan yang berkaitan dengan acara pengadilan anak yang
secara umum sudah diatur KUHAP sedapat mungkin tidak dibahas lagi (lihat uraian
muka).
Sehubungan
dengan hal itu, paparan berikut menjadi penting untuk disimak.
a. Kedudukan
Dan Kewenangan Pengadilan Anak
Pengadilan
anak adalah pelaksaan kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan peradilan
umum (Pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997). Meskipun sebagai pengadilan
khusus. Pengadilan anak yang berarti berdiri sendiri. Keberadaan pengadilan
anak tetap dalam lingkungan peradilan umum. Hal ini sesuai dengan yang tersebut
dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 yang menegaskan hanya
ada 4 lingkungan peradilan umum, agama, militer, dan tata usaha Negara.
Meperhatikan Pasal 2 di atas, idealnya jumlah Peradilan Anak sebanyak jumlah
Peradilan Negeri.
Mengenai
tugas dan kewenangan peradilan anak (sidang anak) Pasal 3 Undang – undang Nomor
3 Tahun 1997 menyatakan bahwa anak bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara anak sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
Pasal 21 menegaskan bahwa siding anak berwenang untuk memeriksa, memutus, dan
melesaikan perkara pidana dalam hal perkara anak nakal.
Pada
prinsipnya, tugas dan kewenangan pengadilan anak sama dengan pengadilan perkara
pidana lainnya. Meski prinsipnya sama, namun yang tetap harus diperhatikan
adalah perlindungan anak merupakan tujuan utama. Anak adalh bagian dari
generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia, merupakan potensi dan
penerus cita-cita perjuangan bangsa. Selain itu, anak sebagai bagiandari
keluarga, merupakan buah hati, penerus, dan harapan keluarga. Di situlah letak
pentingnya pengadilan anak sebagai salah satu sarana bagi perlindungan anak
yang terganggu keseimbangan mental dan sosialnya sehingga menjadi anak nakal.
b.
Kekhususan Pengadilan Anak
Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pengadilan anak dilakukan secara khusus, khususnya
berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997. Garis besar kekhususan pengadilan
Anak, antara lain sebagai berikut:
1) Batas
umur anak nakal yang dapat diajukan ke siding anak adalah sekurang-kurangnya 8
(delapan) tahun tetapibelum mencapai umur 18 (delapan belas) tahundan belum
pernah kawin (vide Pasal 4 ayat (1))
2) Aparat
penegak hokum yang berperan dalam proses peradilan anak yaitu Penyidik adalah
Penyidik Anak, Penuntut Umum adalah Penutut Umum Anak, Hakim Anak (vide Pasal 1
butir 5, 6, dan 7)
3) Hakim,
Penuntut Umum. Penyidik, dan Penasihat Hukum, serta petugas lainnya dalam
siding anak tidak memakai toga atau pakaian dinas (vide Pasal 6)
4) Untuk
melindungi kepentingan anak pada prinsipnya pemeriksaan perkara anak dilakukan
dalam siding tertutup. Kecuali dalam hal tertentu dapat dilakukan dalam siding
terbuka, misalnya perkara pelanggaran lalu lintas dan pemeriksaan perkara di
tempat kejadian perkara (vide Pasal 8 ayat (1) dan (2) beserta penjelasannya).
5) Pidana
dan tindakan yang dapat dijatuhkan hanya yang ditntukan dalam Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1997 (vide Pasal 22).
6) Ketentuan
pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana/anak
nakal, antara lain sebagai berikut:
a) Pidana
penjara yang dapat dijatuhkan paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum
ancaman pidana penjara bagi orang dewasa (vide Pasal 26 ayat (1))
b) Apabila
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan paling lama 10
(sepuluh) tahun (vide Pasal 26 ayat (2)).
c) Apabila
belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka anak nakal tersebut
dijatuhi tindakan berupa “menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan,
pembinaan, dan latihan kerja (vide Pasal 26 ayat (3) jo. Pasal 24 ayat (1)
huruf b)
d) Apabila
belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati atau tidak diancam pidana penjara seumur hidup maka anak
nakal tersebut dujatuhi salah satu tindakan (vide Pasal 26 ayat (4) jo. Pasal
24).
e) Pidana
kurungan yang dapat dijatuhkan paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum
ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa (vide Pasal 27 ayat)
f) Pidana
denda yang dapat dijatuhkan paling banyak 1/2 (satu per dua) dari maksimum
ancaman pidana denda bagi orang dewasa (vide Pasal 28 ayat (1))
g) Apabila
denda tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja paling lam 90
hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih 4 jam sehari serta tidak
dilakukan pada malam hari (vide Pasal 28 ayat (2) dan (3))
h) Pidana
bersyarat dapa dijatuhkan oleh Hakim apabila pidana penjara yang dijatuhakan
paling lama 2 (dua) tahun (vide pasal 29 ayat (1))
2. Terdakwa dan Tersangka
a.
Ketentuan Umur
Dapat
dipastikan bahwa terdakwa dalam sidang anak adalah anak nakal. Pengertian anak
nakal ini ada dua kelompok yakni anak yang melakukan tindak pidana dan yang
melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997
telah merumuskan anak nakal ini (Pasal 1 butir 2) yaitu sebagai berikut:
1) Anak
yang melakukan tindak pidana; atau
2) Anak
yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut
peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hokum lain yang berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan.
Salah
satu tolak ukur pertanggungjawaban pidana bagi anak nakal adalah umur. Dalam
hal ini, masalah umur merupakan masalh yang urgen bagi terdakwa untuk dapat
diajukan dalam siding anak. Umur dapat berupa umur minimum maupun maksimum.
Masalah
umur tentunya juga harus dikaitkan dengan saat melakukan tindak pidana.
Sehubungan masalah umur. Pasal 4 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menetapkan
sebagai berikut:
1) Batas
umur anak nakal yang dapat diajukan ke siding anak adalah sekurang-kurangnya 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum
pernah kawin.
2) Dalam
hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan diajukan ke sidang setelah anak yang bersangkutan melampaui batas
umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap
diajukan ke sidang anak.
Jelas
rumusan di atas, bahwa batas umur anak nakal minimal adalah 8 (delapan) tahun
dan maksimal 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah kawin. Sedangkan maksimum
untuk dapat diajukan ke sidang anak adalh umur 18 tahun, asalkan saat melakukan
tindak pidana belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah
kawin.
Bagaimana
apabila tersangka tesebut belum berumur 8 (delapan) tahun? Dengan tetap
berpegang pada asas praduga tak bermasalh dan demi kepentingan/perlindungan
anak maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, Pasal 5 menentukan sebagai berikut:
1) Jika
anak belum mencapai umur 8 tahun melakukan atau diduga melakukan tindakan
pidana maka trhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik.
2) Apabila
Penyidik berpendapat bahwa anak tersebut masih dapat dibina oleh orang
tua,wali, atau orang tua asuhnya maka Penyidik menyerahkan kembali kepada orang
tua,wali, atau orang tua asuhnya.
3) Jika
Penyidik berpendapat bahwa anak tersebut tidak dibina oleh orang tua,wali, atau
orang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan anak trsebut kepada Departemen Sosial
setelah mendengar pertimbangan masyarakat.
Pengalaman
praktek membuktikan terjadi tindak pidana sering ada unsur penyertaan (deelneming). Dalam hal terjadi anak
melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa atau bersama-sama
dengan anggota ABRI, ditetapkan oleh Pasal 7 sebagai berikut:
1) Anak
tetap diajukan ke sidang anak.
2) Orang
dewasa diajukan ke sidang bagi orang dewasa.
3) Anggota
ABRI diajukan ke Mahkamah Militer.
b.
Hak-Hak Tersangka-Terdakwa
Terdapat
beberapa hak tersangka atau terdakwa yang bersumber dari peraturan
Undang-undang Pengadilan Anak. Hak-hak yang dapat diinventarisasi antara lain
sebagai berikut:
1) Hak
anak yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun untuk diserahkan kembali kepada
orang tua,wali, atau orang tua asuhnya untuk dibina. Jika tidak dapat dibina
oleh orang tua,wali, atau orang tua asuhnya maka diserahkan kepada Departemen
Sosial setelah mendengar pertimbangan dari pembimbing masyarakat (vide Pasal 5
ayat (2) dan (3)).
2) Hak
untuk tetap diajukan dalam sidang anak, meskipun melakukan tinmdak pidana
bersama-sama dengan orang dewasa atau anggota ABRI (vide Pasal 7)
3) Hak
diperiksa dalam siding tertutup, kecuali dalam hal tertentu dan dipandang perlu
dapat dilakukan dalam sidang terbuka (vide Pasal ayat (1) dan (2)).
4) Hak
untuk disingkat namanya, nama orang tua,wali, atau orang tua asuhnya, jika
dilakukan pengucapan putusan pengadilan (vide Pasal 8 ayat (5)).
5) Hak
untuk diperiksa oleh Penyidik dalam suasana kekeluargaan, misalnya penyisik
tidak memakai pakaian dinas dan pendekatan yang simpatik (vide Pasal 42 ayat
(1)).
6) Hak
untuk dirahasiakan selama proses penyidikan (vide Pasal 42 ayat (3)).
7) Rutan,
cabang Rutan, atau di tempat tertentu (vide Pasal 44 ayat (6)). Tempat tahanan
anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa (vide Pasal 45 ayat
(3)).
8) Hak
untuk tetap dipenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan social anak selama ditahan
(vide Pasal 45 ayat (4)).
9) Hak
mendapatkan bantuan hokum dari seseorang atau lebih Penasihat Hukum sejak
ditangkap atau ditahan dan selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemerikasaan (vide Pasal 51 ayat (1)).
10) Hak
berhubungan langsung dengan Penasihat Hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh
pejabat yang berwenang, apabila ditangkap atau ditahan (vide Pasal 51 ayat
(3)).
3. Penyidikan Anak
Ketentuan
seputar hokum acara bagi p[engadilan anak bersifat lexpesialis. Demikian juga kiranya, penyidikannya dilakukan oleh
Penidik anak. Penyidik adalah Penyidik Anak. Begitu bunyi Pasal 1 butir 5
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997.
Tugas
utama Penyidik Anak yaitu melakukan penyidikan terhadap anak nakal. Pengaturan
perihal penyidikan pada pokoknya termasuk dalam pada Pasal 41, 42, 43, 44, dan
45 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yang mengatur masalah penangkapan dan
penahanan.
a. Kualifikasi
Penyidikan Anak
Pasal
41 ayat(1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa penyidik terhadap
anak nakal dilakukan oleh penyidik yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian
Republik Indonesia.
Penyidik
yang dimaksud di atas dapat dipastikan adalah Penyidik Anak dari lingkungan
Penyidik Polri. Pengangkatan atau penetapan sebagai Penyidik Anak oleh Kepala
Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) atau oleh pejabat lain yang ditunjuk.
Mengenai kualifikasi, untuk dapat ditetapokan sebagai Penyidik Anak maka
syarat-syarat yang harus dipenuhi (Pasal 41 ayat (2)) adalah:
1) Telah
berpengalaman sebagai Penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
2) Mempunyai
minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
Rumusan
itu tidak mensyaratkan kepangkatan Penydik Anak. Untuk itu, masalah kepangkatan
tetap tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983. Dari rumusan
itu pula disyaratkan Penyidik yang sudah berpengalaman serta mempunyai
perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak. Jelas kualifikasi Penyidik Anak
tidak ringan, bagi polisi yang sudah berpengalaman sanagt tepat menjadi
Penyidik Anak. Biasanya sifat kodrati keibuan yg luwes, perhatian, dan dapat
menyelami jiwa anak tetapi tegas, itulah yg diperlukan.
Berikut
dalam Pasal 41 ayat (3) diberikan alternative apabila tidak/belum ada Penyidik
Anak sebagaimana perlu, tugas penyidikan tsb dapat dibebankan kepada:
1) Penyidik
yang melakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang
dewasa; atau
2) Penyidik
lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku
Maksud
Penyidik pada angka 1 (satu) adalah Penyidik Polri pada umumnya, sedangkan
angka 2 (dua) adalah Penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Dalam konteks ini,
penjelasan pasal 41 ayat (3) menegaskan sebagai berikut:
1) Hal
tertentu adalah dalam hal belum terdapat Penyidik Anak yang persyaratannya
pengangkatannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997.
2) Maksudnya
adalah agar penyidikan tetapo dapat dilaksanankan walaupun di daerah tersebut
ada penunjukan Penyidik Anak.
Menelaah
rumusan tersebut, secara berurutan yang dapat melakukan penyelidikan anak nakal
adalah:
1) Penyidik
Anak; atau
2) Penyidik
polri pada umumnya (Penyidik bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang
dewasa); atau
3) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
b. Kewajiban
Penyidik Anak
Ada kewajiban-kewajiban tertentu yang harus
dijalankan oleh Penyidik Anak khususnya berdasarkan Pasal 42 Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1997, yakni sebagai berikut.
1) Kewajiban
memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan, pengertian kekeluargaan dalam
suasana kekeluargaan antara lain pada waktu memeriksa tersangka. Penyidik tidak
memakai pakaian dinas dan pendekatan yang simpatik (Penjelasan Pasal 42).
2) Kewajiban
meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatanm dan bila perlu
dapat meminta pertimbanagn atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan
jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.
3) Wajib
merahasiakan proses penyidikan terhadap perkara anak nakal.
Di
luar kewajiban tersebut, Penyidik dalam melakukan penangkapan atau penahanan
wajib memberitahukan kepada tersangka dan orang tua,wali, atau orang tua asuh,
menganai hak memperoleh bantuan hokum (vide Pasal 51 (2)).
Meski
tidak diatur atas pelanggaran kewajiban, Penyidik tetap harus meningkatkan
kemampuan professional. Pejabat yang professional adalah pejabat yang mampu
member pelayanan terbaik, tahu kewajiban dan mengetahui pula batas-batas
kewenangan serta bekerja dengan tepat dan efektif. Selain itu kerja sama dan
koordinasi yang positif sangat membantu bagi keberhasilan pelaksanaan tugas dan
kewajiban.
Kewajiban
lain yang harus diperhatikan adalah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Penyidik
menyerahkan berkas perkara yang bersangkutan kepada Penuntut Umum. Apabila
jangka waktu 30 (tiga puluh hari) tersebut dilampaui dan berkas perkara belum
diserahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hokum (Pasal 44
ayat (4) dan (5))
c. Kewenangan
Penyidik Anak
Seiring dengan adanya kewajiban melekat pula
kewenangan dari Penyidik Anak. Dalam rangka melakukan penyidikan terhadap anak
nakal, Penyidik Anak mempunyai kewenangan, antara lain sebagai berikut:
1) Melakukan
penangkapan anak nakal, guna kepentingan pemeriksaan untuk paling lama 1 (satu)
hari (vide Pasal 43)
2) Melakukan
penahanan terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan
bukti permulaan yang cukup, untuk paling lama 20 (dua puluh) hari (vide Pasal
44 ayat (1) dan (2))
Kewenangan
selengkapnya dari Penyidik, tentu saja seperti yang termaktub dalam Pasal 7 (1)
KUHAP.
4. Penuntut Umum Anak
a.
Kualifikasi Penuntut Umum Anak
Bunyi
Pasal 1 butir 6 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu Penuntut Umum adalah
Penuntut Umum Anak. Inilah salah satu kekhususan siding pengadilan anak.
Menganai siapa yang disebut Penuntut Umum Anak, dapat disimak dalam rumusan
Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997.
BAB
III
PENUTUP
1)
Kesimpulan
Dasar
pertimbangan hukum hakim dalam mengadili dan memutus perkara anak pelanggaran
hak anak dan tindak pidana anak antara lain :
1. Pelaksanaan
pidana terhadap anak nakal harus mengandung unsur reedukasi, reharmonisasi dan
resosialisasi dengan membedakan antara pidana untuk pelaku kejahatan dengan
pelaku pelanggaran.
2. Penegakan
hukum pidana pada anak tidak dapat dipisahkan dari penyelesaian permasalahan
dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat lingkungan kehidupan sosial
anak.
3. Terhadap
anak nakal pelaku tindak pidana pertama kali ideal, dan adilnya diberikan kesempatan
untuk mengubah atau memperbaiki perilakunya tanpa harus dijatuhi pidana
penjara. Namun jika kondusif bagi kepentingan masa depan anak cukup diberikan
tindakan-tindakan berupa pengembalian kepada orang tua kepada negara maupun
kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan dengan disertai
syarat tambahan yang ditetapan oleh hakim.
4. Agar
diperhatikan laporan penelitian kemasyarakatan yang memuat kondisi lingkungan
keluarga dan masyarakat sekitarnya sehingga ptusan hakim dapat menumbuh
kembangkan kecerdasan intelektual emosi dan sosialnya dikemudian hari.
DAFTAR
BACAAN
-
Sudarto, 1980, Kapita Selekta Hukum
Pidana, Alumni, Bandung
-
Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor:
M.02.UM.09.08 Tahun 1980 tentang Perunjuk Pelaksanaan bantuan Hukum
-
Instruksi bersama Jaksa Agung RI dan
Kepala Kepolisian RI Nomor: Instr-006/JA/19/1981, Nomor: Pol.:Ins/17/X/81
tentang Peningkatan Usaha Pengamanan dan Kelancaran Penyidangan Perkara-Perkara
Pidana
-
Instruksi bersama Mahkamah Agung RI,
Menteri Kehakiman RI, dan Jaksa Agung RI Nomor: KMA/35/III/1981, Nomor:
M.01.PW.07.10 Tahun 1981, Nomor: Instr/001/JA/3/1981 tentang peningkatan Tertib
Penyidangan dan Penyelesaian Perkara-Perkara Pidana
-
Keputusan menteri Kehakiman RI Nomor:
M.08.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pelimpahan Wewenang Pengangkatan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
-
Surat Keputusan No.: Skep/619/XII/1983
tentang Penentuan Penunjukan Penyidik dan Pengangkatan penyidik membantu dalam
Lingkungan Kepolisian RI
-
Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor:
M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Tata Cara Penempatan, Perawatan Tahanan, dan
Tata Tertib Rumah Tahanan egara
-
Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor:
M.06.UM.01.06 tahun 1983 tentang tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang siding
-
Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor:
M.07.UM.01.06 tahun 1983 tentang Pakaian, Atribut Pejabat Peradilal, dan
Penasihat Hukum
-
Undang-Undang republik Indonesia Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
0 comments:
Post a Comment