BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Bahasa adalah sebuah alat komunkasi untuk masyarakat di
Indonesia. Bahasa bisa berupa bahasa daerah yang biasa dipakai oleh masyarakat
dalam berkomunikasi di masing-masing daerahnya. Sedangkan bahasa nasional
berupa bahasa Indonesia. Alasan dipilihnya judul pendidikan dan pengajaran
bahasa adalah sebagai wujud keingitahuan tentang konsep, dan tujuan pendidikan
dan pengajaran bahasa, variasi pengajaran bahasa, pengajaran bahasa Indonesia sebagai
bahasa kedua, serta pendekatan pragmatik komunikatif di dalam pendidikan dan
pengajaran bahasa itu sendiri.
1.2.Rumusan Masalah
Pembahasan dalam makalah ini adalah beberapa masalah
berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran bahasa, di anatranya:
a.
Konsep
pendidikan dan pengajaran bahasa
b.
Variasi
pengajaran bahasa
c.
Tujuan
pendidikan dan pengajaran bahasa
d.
Pengajaran
Bahasa sebagai Bahasa Kedua
e.
Pendekatan
pragmatik dan komunikatif
1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penullisan makalah ini adala agar sebagai
calon guru bahasa Indonesia dapat memahami pendidikan dan pengajaran bahasa itu
sendiri dengan baik. Sehingga dapat menjadi guru yang berkompeten di bidangnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Pendidikan dan Pengajaran Bahasa
Secara garis besar konsep pendidikan bahasa atau
pembelajaran bahasa (language learning)
itu adalah proses dikuasainya bahasa sendiri atau bahasa lain oleh seorang
manusia (Kridalaksana, 2001: 159). Pengajaran bahasa (language teaching) adalah bidang linguistik terapan yang meliputi
teori dan praktik pendidikan yang bersangkutan dengan pengajaran bahasa sendiri
dan pengajaran bahasa asing, dan yang mencakup metode dan bahan pelajaran
bahasa (Kridalksana, 2001: 163)
2.2. Variasi Pengajaran Bahasa
Menurut subtansinya, suatu kegiatan belajar mengajar akan
terjadi jika melibatkan tiga komponen utama yang terdiri dari siswa, guru, dan
bahan pelajaran. Selain itu ada komponen pendukung yang turut menentukan
keberhasilan kegiatan belajar mengajar, yakni tujuan, metode, media, alat dan
pendekatan, serta evaluasi, yang semuanya tercakup dalam kurikulum dan bersifat
fungsional.
Dalam konteks pengajaran bahasa, siswa dipandang sebagai
subjek ajar yang harus diperlakukan sebagai individu dengan segala kelebihan
dan kekurangannya masing-masing. Perbedaan individu dapat menjadi pertimbangan
guru agar dalam proses belajar dapat berjalan lebih efektif.
Dalam konsep pendidikan modern, peran guru tidak lagi
terbatas pada tugas-tugas training,
instructing, conditioning, dan
indoctrinating semata (Hodayat, et. Al., 1990: 6). Oleh karena itu, dalam
pandangan humanistik, dewasa ini peran seorang pendidik lebih diarahkan pada
tugas-tugas sebagai fasilitator, motivator, dan konselor. Dalam konteks
pengajaran bahasa, setiap guru dituntut agar selau berinisiatif dalam rangka
lebih memperluas wawasan keilmuannya.
Dalam kurikulum yang lebih mutakhir, komponen-komponen
pengajaran seperti bahan dan sumber belajar, media dan alat peraga, metode dan
pendekatan, teknik evaluasi, serta pengalokasian waktu tidak lagi dicantumkan
secara jelas. Hanya tujuan pengajaran yang telah dicantumkan secara ekspluisit.
Pemilihan bahan dan sumber belajar bahasa bersifat
fleksibel. Sumber belajar siswa bisa didapatkan dari buku-buku, majalah, koran,
radio, televisi, internet, lingkungan alam, dan lain-lain, juga masalah media
dan alat peraga, cukup banyak fasilitas yang dapat dimanfaatkan. Guru juga
dapat menciptakan metode baru berdasarkan hasil telaah dan pengalamannya
sendiri.
Keberhasilan proses belajar-mengajar juga sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik lingkungan belajar maupun lingkungan
tenpat tinggal sisiwa. Seorang guru juga harus memahami prinsip-prinsip dasar
pengajaran, baik yang brekaitan dengan aspek psikologis maupun aspek metodologisnya.
Aspek psikologis berhubungan dengan faktor motivasi, pengalaman, keingintahuan,
pemecahan masalah, dan berpikir analisis-sinteseis, dan perbedaan individual.
Sedangkan aspek metodologis terutama berkaitan dengan masalah strategi
belajar-mengajar harus dipraktikkan secara hierarkis. Aspek ini meliputi
prinsip dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang kompleks,
dari yang dekat ke yang jauh, dari pola ke unsur, dari penggunaan ke
pengetahuan menurut masalah dan bukan kebiasaan, serta berdasarkan kenyataan
bukan rekayasa. (lihat Chaer dan Agustina, 1995: 271-277)
2.3. Tujuan Pendidikan dan Pengajaran Bahasa
Tujuan pengajaran erat kaitannya dengan tujuan belajar
bahasa dan fungsi-fungsi bahasa. Terkait
dengan fungsi bahasa, tujuan belajar bahasa seseorang bisa jadi untuk
pengembangan intelektual, emosional, kultural, interpersonal, instrumental,
atau untuk tujuan artistik (lihat juga Chaer dan Agustina, 1995: 64-66). Namun
secara umum tujuan belajar-mengajar pada dasarnya selalu mengacu pada fungsi
bahasa sebagai latar komunikasi dan interaksi sosial. Mengacu pada laporan
komisi pembaharuan pendidikan nasional (1980) dan rumusan Nostrand (1966),
tujuan pengajran bahasa dapat dibagi ke dalam empat golongan utama, yaitu
tujuan pengajaran, tujuan instrumental, tujuan integratif, dan tujuan
kebudayaan (Nababan, 1993: 64-66).
Ditinjau dari sudut penutur bahasa Indonesia, tujuan umum
pengajaran bahasa Indonesia adalah sebgaia berikut.
1.
Tercapainya
pengguanaan bahasa baku yang cermat, tepat, dan efisien dalam komunikasi yaitu
pemkaaian bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
2.
Tercapainya
pemilihan keterampilan yang baik dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai
alat komunikasi dan pengetahuan yang sahih
3.
Tercapainya
sikap positif terhadap bahasa Indonesia, yairtu sikap yang erat kaitannya
dengan rasa tanggung jawab, yang tampak dari perilaku sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa tujuan pengajaran
bahasa berbeda-beda. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia harus mengacu pada
tujuan pendidikan nasional, di samping juga harus mempertimbangkan tujuan
instutisional lembaga pendidikan masing-masing.
2.4. Pengajaran Bahasa Indoneisa sebagai Bahasa Kedua
Sebagian besar rakyat Indonesia tidal lahir dari bahasa
Indonesia, tetapi justru dari bahasa ibunya masing-masing yang sangat beragam
itu. Oleh karena itu, kedudukan bahasa Indonesia pada umumnya dipandang sebagai
bahasa kedua dalam konteks pendidikan dan pengajaran bahasa di sekolah-sekolah,
mulai dari tingkat sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi. Persoalan
interferensi bahasa daerah terhadap pengajaran bahasa Indonesia terjadi pada
tataran fonologi, morfologi, maupun sintaksis.
Pada tataran fonologi, kesalahan baik dalam konsep error dan mistake sering kali terjadi dalam kaitannya dengan pelafalafan
fonem-fonem tertentu dalam kata-kata bahasa Indonesia sebagai pengaruh
kebiasaan berbahasa daerah. Contohnya pada anak Banjar Hulu, mereka menyebut botol, sekolah, dan kecap dengan lafal huruf butul,
sakulah, kicap. Sebab, dalam fonologi bahasa Banjar Hulu hanya dikenal tiga
vokal, yaitu /a/, /i/, /u/.
Pada tataran morfologi, kesalah sering terjadi dalam kata-kata
bentukan. Contohnya, ketika mengarang, misalnya anak-anak Banjar menuliskan
kata sekolah dengan sekolahan.
Pada tataran sintaksis, kesalahan sering terjadi dalam
bentuk struktur kalimat menyimpang dari kaidah atau pola kalimat bahasa
Indonesia. Contohnya anak Jawa sering mengucapkan kaimat seperti Rumah Joko yang besar sendiri, menurut
struktur bahasa Indonesia kalimat tersebut seharusnya, Rumah Joko yang peling besar. Kesalahan ini sebagai hasil
interferensi kalimat bahsa Jawa, yaitu Omah
Joko seng gede dewek.
Dalam konteks pengajaran bahasa kedua,
kesalahan-kesalahan di atas merupakan bentuk transfer negatif bahasa daerah ke
dalam bahasa Indonesia. Kesalahan-kesalahan akibat interferensi bahasa daerah
dapat diatasi melalui pendekatan linguistik konstrantif yang bertujuan umntuk
mengidentifikasikan perbedaan bahasa dan bentuk-bentuk kesalahan yang sering
dilakukan siswa dan analisis kesalahan berbahasa yang bersifat aplikatif, yakni
memperbaiki dan mengurangi kesalahan berbahsa pada siswa (Tarigan, 1990: 77)
Dalam mencapai tujuan pendidikan bahasa Indonesia,
kurikulum bahasa, buku pelajaran bahasa, metode belajar-mengajar bahasa, guru,
lingkungan keluarga, dan masyarakat serta perpustakaan sekolah memegang peranan
penting. Guru bahasa dan non bahasa diberbagai
jenjang dan jenis pendidikan serta lingkungan keluarga dan masyarakat harus
dapat memberikan teladan berbahsa dengan baik dan benar.
2.5. Pendekatan Pragmatik dan Komunikatif
Pengamatan Bambang Purwo, konsep pragmatik menurut
pemahaman saat ini dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pragmatik
sebagai sesuatu yang diajarkan, dan pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai
kegiatan mengajar a\yang dibagi lagi menjadi pragmatik sebagai bidang kajian
ilmu linguistik dan pragmatik sebagai salah satu aspek bahasa yang lazim
disebut fungsi komunikasi.
Konsep pragmatik sebenarnya mencakup kegiatan berbicara
dan menulis. Sebab, secara konseptual, pragmatik sesungguhnya lebih dimaksudakn
sebagai suatu pendekatan dalam pengajaran bahasa, bukan sebagai materi yang
diajarkan. Jadi, pendekatan pragmatik pada dasarnya menghendaki agar pengajaran
bahasa lebih diarahkan pada kegiatan penggunaan bahasa secara kontekstual,
sesuai dengan fungsinya sebagai alat komunikasi dan interaksi sosial.
Konsep pragmatik dan pendekatan komunikatif pada
hakikatnya masih setali tiga uang. Kedua pendekatan ini sama-sama bertolak pada
pentingnya aspek pengguaan bahasa (language
use) di dalam pengajaran bahasa, bukan pada aspek pengetahuan atau
kaidah-kaidah bahasa (language rule)
sebagaimana dalam pandangan struktural.
Sasaran pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif (communicative language teaching) adalah tercapainya kompetensi
komunikatif (communicative competence),
yaitu kemampuan seseoarang dalam menggunakan suatu bahasa yang secara sosial
dapat diterima dan memadai. Dalam pandangan komunikatif bukan kebenaran kaidah
bahasa yang dipentingkan, melainkan berterimanya ragam bahasa yang digunakan
dalam suatu peristiwa komunikasi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Masalah pendidikan dan pengajaran bahasa bukan hanya
menjadi kajian linguistik terapan, tetapi juga menjadi bidang kajian
sosiolinguistik. Dalam kaitannya dengan sosiolingustik, pendidikan dan
pengajaran bahasa itu mencakup (1) konsep pendidikan dan bahasa pengajaran bahasa, (2) variasi
pengajaran bahasa, (3) tujuan pendidikan dan pengajaran bahasa, (4) pengajaran
bahasa kedua, (5) pendekatan pragmatik dan komunikatif.
Pendidikan dan pengajaran bahasa menekankan penguasaan
keterampilan berbahasa. Kurikulum bahasa
yang berlaku di sekolah dasar dan sekolah menengah harus terus disempurnakan
dengan memperhatikan aspek psikologis dan sosiolinguistik bahasa serta
keluwesan dan kesinambungan isinya. Untuk meningkatkan serta memperluas wawasan
guru bahasa di sekolah dasar dan sekolah menengah harus disusun dan
dikembangkan sebagai buku acuan seperti buku panduan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, tata bahasa pedagosis, dan panduan pengajaran
bahasa komunikatif.
3.2.Saran
Untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan dalam
pendidikan dan pengajaran bahasa, maka penataran guru bahasa perlu ditingkatkan
dalam hal pengelolaan, kurikulum, metode, dan penyusunan bahan pelajaran. Dalam
pengajaran bahasa Indonesia juga perlu diperhatikan bahasa yang digunakan dalam
proses pengajaran dan bahasa sebagai hasil pengajaran itu sendiri.
Semoga makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi
para calon guru bahasa maupun non bahasa. Saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan untuk memperbaiki makalah ini nantinya.
0 comments:
Post a Comment