BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sistem koloid berhubungan
dengan proses – prose di alam yang mencakup berbagai bidang. Hal itu dapat kita
perhatikan di dalam tubuh makhluk hidup, yaitu makanan yang kita makan (dalam
ukuran besar) sebelum digunakan oleh tubuh. Namun lebih dahulu diproses
sehingga berbentuk koloid. Juga protoplasma dalam sel – sel makhluk hidup
merupakan suatu koloid sehingga proses – proses dalam sel melibatkan sitem
koloid.
Dalam kehidupan sehari-hari
ini, sering kita temui beberapa produk yang merupakan campuran dari beberapa
zat, tetapi zat tersebut dapat bercampur secara merata/ homogen. Misalnya saja
saat ibu membuatkan susu untuk adik, serbuk/ tepung susu bercampur secara
merata dengan air panas. Kemudian, es krim yang biasa dikonsumsi oleh orang
mempunyai rasa yang beragam, es krim tersebut haruslah disimpan dalam lemari es
agar tidak meleleh. Kesemuanya merupakan contoh koloid.
Udara mengandung juga sistem
koloid, misalnya polutan padat yang terdispersi (tercampur) dalam udara, yaitu
asap dan debu. Juga air yang terdispersi dalam udara yang disebut kabut
merupakan sistem koloid. Mineral – mineral yang terdispersi dalam tanah, yang
dibutuhkan oleh tumbuh – tumbuhan juga merupakan koloid. Penggunaan sabun untuk
mandi dan mencuci berfungsi untuk membentuk koloid antara air dengan kotoran
yang melekat (minyak). Campuran logam selenium dengan kaca lampu belakang mobil
yang menghasilkan cahaya warna merah merupakan sistem koloid.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan system koloid?
b. Jelaskan macam-macam system koloid?
c. Bagaimana sifat-sifat koloid?
d. Bagaimana proses pembuatan sistem koloid?
BAB II
PENGERTIAN KOLOID
2.1. Pengertian
koloid, larutan, suspensi
Koloid adalah suatu campuran
zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel
zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara
merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Dimana di antara
campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran yaitu koloid, atau
bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen menjadi heterogen.
Campuran homogen adalah
campuran yang memiliki sifat sama pada setiap bagian campuran tersebut,
contohnya larutan gula dan hujan. Sedangkan campuran heterogen sendiri adalah
campuran yeng memiliki sifat tidak sama pada setiap bagian campuran, contohnya
air dan minyak, kemudian pasir dan semen.
Ukuran partikel koloid
berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang,
lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah
adalah tinta, yang terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan
(air). Selain tinta, masih terdapat banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones,
hairspray, jelly, dll.
Larutan adalah campuran
homogen antara zat terlarut dan pelarut. Zat terlarut dinamakan juga dengan
fasa terdispersi atau solut, sedangkan zat pelarut disebut dengan fasa
pendispersi atau solvent. Contohnya larutan gula atau larutan garam.
Suspensi adalah campuran heterogen
yang terdiri dari partikel – partikel kecil padat atau cair yang terdispersi
dalam zat cair atau gas. Misalnya, tepung beras dilarutkan dalam air dan
dikocok dengan kuat; Apabila campuran tersebut dibiarkan beberapa saat,
campuran tersebut akan mengendap ke bawah.
Adapun Ciri – cirinya adalah
sebagai berikut:
- Larutan (Dispersi Molekuler)
ü 1 fase
ü jernih
ü homogen
ü diameter partikel: <1 nm="" o:p="">1>
ü tidak dapat disaring
ü tidak memisah jika didiamkan
- Koloid (Dispersi Koloid)
ü 2 fase
ü keruh
ü antara homogen dengan heterogen
ü diameter partikel: 1 nm
ü tidak dapat disaring dengan penyaring
biasa, melainkan dengan penyaring ultra
ü tidak memisahkan jika didiamkan
- Suspensi(Dispersi Kasar)
ü 2 fase
ü keruh
ü heterogen
ü diameter partikel: >100 nm
ü dapat disaring dengan kertas saring biasa
ü memisah jika didiamkan
Keadaan koloid atau sistem
koloid atau suspensi koloid atau larutan koloid atau suatu koloid adalah suatu
campuran berfasa dua yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi dengan ukuran
partikel terdispersi berkisar antara 10-7 sampai dengan 10-4 cm. Besaran
partikel yang terdispersi, tidak menjelaskan keadaan partikel tersebut.
Partikel dapat terdiri atas atom, molekul kecil atau molekul yang sangat besar.
Koloid emas terdiri atas partikel-partikel dengan bebagai ukuran, yang
masing-masing mengandung jutaan atom emas atau lebih. Koloid belerang terdiri
atas partikel-partikel yang mengandung sekitar seribu molekul S8. Suatu contoh
molekul yang sangat besar (disebut juga molekul makro) ialah haemoglobin. Berat
molekul dari molekul ini 66800 s.m.a dan mempunyai diameter sekitar 6 x 10-7.
2.2. Jenis – jenis koloid
Koloid merupakan suatu sistem
campuran “metastabil” (seolah-olah stabil, tapi akan memisah setelah waktu
tertentu). Koloid berbeda dengan larutan; larutan bersifat stabil. Di dalam
larutan koloid secara umum, ada 2 zat sebagai berikut :
ü Zat terdispersi, yakni zat yang terlarut
di dalam larutan koloid
ü Zat pendispersi, yakni zat pelarut di
dalam larutan koloid
Berdasarkan fase
terdispersinya, sistem koloid dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1)
Sol (fase terdispersi padat)
a. Sol padat adalah sol dalam medium
pendispersi padat
Contoh: paduan logam, gelas
warna, intan hitam
b. Sol cair adalah sol dalam medium
pendispersi cair
Contoh: cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat
c. Sol
gas adalah sol dalam medium pendispersi gas
Contoh: debu di udara, asap pembakaran
2)
Emulsi
(fase terdispersi cair)
a. Emulsi padat adalah emulsi dalam medium
pendispersi padat
Contoh: Jelly, keju, mentega,
nasi
b. Emulsi cair adalah emulsi dalam medium
pendispersi cair
Contoh: susu, mayones, krim
tangan
c. Emulsi gas adalah emulsi dalam medium
pendispersi gas
Contoh: hairspray dan obat nyamuk
3)
Buih
(fase terdispersi gas)
a. Buih
padat adalah buih dalam medium pendispersi padat
Contoh: Batu apung, marshmallow, karet busa, Styrofoam
b. Buih
cair adalah buih dalam medium pendispersi cair
Contoh: putih telur yang dikocok, busa sabun
Untuk pengelompokan buih, jika
fase terdispersi dan medium pendispersi sama-sama berupa gas, campurannya tergolong larutan.
2.3. Sifat – Sifat Koloid Sol
2.3.1. Gerak
Brown
Gerak Brown ialah gerakan
partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu
(gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra,
maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk
zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikel-partikel suatu
zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat
cair dan gas( dinamakan gerak brown), sedangkan pada zat padat hanya
beroszillasi di tempat ( tidak termasuk gerak brown ).
Untuk koloid dengan medium
pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan
tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut
berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka
tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu
resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga
terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel
koloid, semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar
ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini
menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan
dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi). Gerak Brown juga
dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar
energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya.
Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin
cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak
Brown semakin lambat.
2.3.2. Efek
Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala
penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini
disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini
ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh
karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang
terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut
tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan
dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai
partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut.
Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga
hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
2.3.3. Adsorpsi
koloid
Adsorpsi ialah peristiwa
penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan partikel koloid
yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. Dimana partikel-partikel sol
padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka pertikel-partikel zat cair atau
gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat tersebut. Beda halnya
dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol
padat bukan di atas permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut.
Partikel koloid sol memiliki
kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel
netral atau bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai permukaan yang
sangat luas. Contoh : (i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya
menyerap ion H+. (ii) Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya
menyerap ion S2.
2.3.4. Muatan
koloid sol
Sifat koloid terpenting adalah
muatan partikel koloid. Semua partikel koloid memiliki muatan sejenis (positif
dan negatif). Maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid. Partikel
koloid tidak dapat bergabung sehingga memberikan kestabilan pada sistem koloid.
Sistem koloid secara keseluruhan bersifat netral. Berikut penjelasan tentang
sumber muatan koloid, kestabilan, lapisan bermuatan ganda, elektroforesis
koloid sol, dan proses – proses lainnya pada koloid sol :
- Sumber muatan koloid sol
Partikel-partikel
koloid mendapat mutan listrik melalui dua cara, yaitu :
1) Proses adsorpsi
Partikel koloid dapat
mengadsorpsi partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Jenis muatan
tergantung dari jenis partikel yang bermuatan. Partikel sol Fel (OH)3 kemampuan
untuk mengadsorpsi kation dari medium pendisperinya sehingga bermuatan positif,
sedangkal partikel sol As2S3 mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya
sehingga bermuatan negatif.
Sol AgCI dalam medium
pendispersi dengan kation Ag+ berlebihan akan mengadsorpsi Ag+ sehingga
bermuatan positif. Jika anion CI- berlebih, maka sol AgCI akan mengadsorpsi ion
CI- sehingga bermuatan positif.
2) Proses ionisasi gugus permukaan partikel
Beberapa partikel koloid
memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus-gugus yang ada pada permukaan
partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabun/ deterjen.
Berikut penjelasannya:
v Koloid protein
Koloid protein adalah jenis
koloid sol yang mempunyai gugus yang bersifat asam (-COOH) dan biasa (-NH2).
Kedua gugus ini dapat terionisasi dan memberikan muatan pada molekul protein.
Pada ph rendah , gugus basa
–NH2 akan menerima proton dan membentuk gugus –NH3. Ph tinggi, gugus –COOH akan
mendonorkan proton dan membentuk gugus – COO-. Pada ph intermediet partikel
protein bermuatan netral karena muatan –NH3+ dan COO- saling meniadakan.
v Koloid sabun dan deterjen
Pada konsentrasi relatif
pekat, molekul ini dapat bergabung membentuk partikel berukuran koloid yang
disebut misel. Zat yang molejulnya bergabung secara spontan dalam suatu fase
pendispersi dan membentuk partikel berukuran koloid disebut koloid terasosiasi.
Sabun adalah garam karboksilat
dengan rumus R-COO-Na+. Anion
R-COO- terdiri dari gugus R- yang bersifat non pola. Gugus R- atau ekor non-polar tidak larut dalam air
sehingga akan terorientasi ke pusat.
2.4. Sifat Koloid Emulsi
Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis koloid dimana fase
terdispersinya merupakan zat cair. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya,
emulsi dapat dibagi menjadi:
2.4.1. Emulsi Gas
Emulsi gas dapat disebut
juga aerosol cair yang adalah emulsi dalam medium pendispersi gas. Pada aerosol
cair, seperti; hairspray dan obat nyamuk dalam kemasan kaleng, untuk dapat
membentuk system koloid atau menghasilkan semprot aerosol yang diperlukan,
dibutuhkan bantuan bahan pendorong/ propelan aerosol, anatar lain; CFC
(klorofuorokarbon atau Freon). Aerosol cair juga memiliki sifat-sifat seperti
sol liofob; efek Tyndall, gerak Brown, dan kestabilan denganmuatan partikel.
Contoh: dalam hutan yang lebat, cahaya matahari akan disebarkan oleh
partikel-partikel koloid dari sistem koloid kabut à merupakan contoh efek
Tyndall pada aerosol cair.
2.4.2. Emulsi Cair
Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi tidak dapat
saling melarutkan, dapt juga disebut zat cair polar &zat cair non-polar.
Biasanya salah satu zat cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat lainnya;
minyak (zat cair non-polar). Emulsi cair itu sendiri dapat digolongkan menjadi
2 jenis, yaitu; emulsi minyak dalam air (cth: susu yang terdiri dari lemak yang
terdispersi dalam air,jadi butiran minyak di dalam air), atau emulsi air dalam
minyak (cth: margarine yang terdiri dari air yang terdispersi dalam minyak,
jadi butiran air dalam minyak).
Beberapa sifat emulsi yang penting
adalah sebagai berikut:
a.
Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak apabila terjadi
pemansan, proses sentrifugasi, pendinginan, penambahan elektrolit, dan perusakan
zat pengemulsi. Krim atau creaming atau sedimentasi dapat terbentuk pada proses
ini. Pembentukan krim dapat kita jumpai pada emulsi minyak dalam air, apabila
kestabilan emulsi ini rusak,maka pertikel-partikel minyak akan naik ke atas
membentuk krim. Sedangkan sedimentasi yang terjadi pada emulsi air dalam
minyak; apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel air akan
turun ke bawah. Contoh penggunaan proses ini adalah: penggunaan proses
demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit untukmemisahkan karet dalam lateks
yang dilakukan dengan penambahan asam format (CHOOH) atau asam asetat
(CH3COOH).
b.
Pengenceran
Dengan menambahkan sejumlah medium pendispersinya, emulsi
dapat diencerkan. Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan dengan
spontan membentuk lapisan terpisah. Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk
menentukan jenis emulsi.
1. Emulsi Padat atau Gel
Gel adalah emulsi dalam medium pendispersi zat padat,
dapat juga dianggap sebagai hasil bentukkan dari penggumpalan sebagian sol
cair. Partikel-partikel sol akan bergabung untuk membentuk suatu rantai panjang
pada proses penggumpalan ini. Rantai tersebut akan saling bertaut sehingga
membentuk suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap
dalam lubang-lubang struktur tersebut. Sehingga, terbentuklah suatu massa
berpori yang semi-padat dengan struktur gel. Ada dua jenis gel, yaitu:
v Gel elastis
Karena ikatan partikel pada rantai adalah adalah gaya
tarik-menarik yang relatif tidak kuat, sehingga gel ini bersifat elastis.
Maksudnya adalah gel ini dapat berubah bentuk jika diberi gaya dan dapat
kembali ke bentuk awal bila gaya tersebut ditiadakan. Gel elastis dapat dibuat
dengan mendinginkan sol iofil yang cukup pekat. Contoh gel elastis adalah
gelatin dan sabun.
v Gel non-elastis
Karena ikatan pada rantai berupa ikatan kovalen yang
cukup kuat, maka gel ini dapat bersifat non-elastis. Maksudnya adalah gel ini
tidak memiliki sifat elastis, gel ini tidak akan berubah jika diberi suatu
gaya. Salah satu contoh gel ini adalah gel silica yang dapat dibuat dengan
reaksi kia; menambahkan HCl pekat ke dalam larutan natrium silikat, sehingga
molekul-molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan membentuk
gel silika.
Beberapa sifat gel yang
penting adalah sebagai berikut:
a)
Hidrasi
Gel non-elastis yang terdehidrasi tidak dapat diubah
kembali ke bentuk awalanya, tetapi sebaliknya, gel elastis yang terdehidrasi
dapat diubah kembali menjadi gel elastis dengan menambahkan zat cair.
b)
Menggembung (swelling)
Gel elastis yang terdehidrasi sebagian akan menyerap air
apabila dicelupkan ke dalam zat cair. Sehingga volum gel akan bertambah dan
menggembung.
c)
Sineresis
Gel anorganik akan mengerut bila dibiarkan dan diikuti
penetesan pelarut, dan proses ini disebut sineresis.
d)
Tiksotropi
Beberapa gel dapat diubah kembali menjadi sol cair
apabila diberi agitasi atau diaduk. Sifat ini disebut tiksotropi. Contohnya
adalah gel besi oksida, perak oksida, dsb.
2.5. Sifat Koloid Buih
Buih adalah koolid dengan fase terdisperasi gas dan medium pendisperasi zat
cair atau zat padat. Baerdasarkan medium pendisperasinya, buih dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
2.5.1. Buih Cair (Buih)
Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdisperasi gas dan dengan
medium pendisperasi zat cair. Fase terdisperasi gas pada umumnya berupa udara
atao karbondioksida yang terbetuk dari fermentasi. Kestabilan buih dapat
diperoleh dari adanya zat pembuih (surfaktan). Zat ini teradsorbsi ke daerah
antar-fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh suatu
kestabilan.
Ukuran kolid buih bukanlah ukuran gelembung gas seperti pada sistem kolid
umumnya, tetapi adalah ketebalan film (lapisan tipis) pada daerah antar-fase
dimana zat pembuih teradsorbsi, ukuran kolid berkisar 0,0000010 cm. Buih cair
memiliki struktur yang tidak beraturan. Strukturnya ditentukan oleh kandungan
zat cairnya, bukan oleh komposisi kimia atau ukuran buih rata-rata. Jika fraksi
zat cair lebih dari 5%, gelembung gas akan mempunyai bentuk hamper seperti
bola. Jika kurang dari 5%, maka bentuk gelembung gas adalah polihedral.
Struktur buih cair dapat berubah dengan waktu, karena:
ü Pemisahan medium pendispersi (zat cair) atau drainase, karena kerapatan gas
dan zat cair yang jauh berbeda,
ü Terjadinya difusi gelembung gas yang kecil ke gelembung gas yang besar
akibat tegangan permukaan, sehingga ukuran gelembung gas menjadi lebih besar,
ü Rusaknya film antara dua gelembung gas.
ü Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar. Bila gaya yang
diberikan kecil, maka struktur buih akan kembali ke bentuk awal setelah gaya
tersebut ditiadakan. Jika gaya yang diberikan cukup besar, maka akan terjadi
deformasi.
Contoh
buih cair:
ü Buih hasil kocokan putih telur
Karena udara di sekitar putih telur akan teraduk dan
menggunakan zat pembuih, yaitu protein dan glikoprotein yang berasal dari putih
telur itu sendiri untukmembentuk buih yang relative stabil. Sehingga putih
telur yang
ü Buih hasil akibat pemadam kebakaran
Alat pemadam kebakaran mengandung campuran air, natrium
bikarbonat, aluminium sulfat, serta suatu zat pembuih. Karbondioksida yang
dilepas akan membentuk buih dengan bamtuam zat pembuih tersebut.
2.5.2. Buih Padat
Buih padat adalah sistem kolid dengan fase terdisperasi gas dan
denganmedium pendisperasi zat padat. Kestabilan buih ini dapat diperoleh dari
zat pembuih juga (surfaktan). Contoh-contoh buih padatyang mungkin kita
ketahui:
v Roti
Proses peragian yang melepas gas karbondioksida terlibat
dalam proses pembuatan roti. Zat pembuih protein gluten dari tepung kemudian
akan membentuk lapisan tipis mengelilimgi gelembung-gelembung karbondioksida
untuk membentuk buih padat.
v Batu apung
Dari proses solidifikasi gelas vulkanik, maka
terbentuklah batu apung.
v Styrofoam
Styrofoam memiliki fase terdisperasi karbondioksida dan
udara, serta medium pendisperasi polistirena.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jika diamati dengan mikroskop ultra ternyata partikel
koloid senantiasa bergerak dengan gerak patah-patah yang disebut gerak Brown.
Gerak Brown terjadi karena tumbukan tak simetris antara molekul medium dengan
partikel koloid.
Koloid dapat mengadsorpsi ion atau zat lainpada
permukaannya, dan oleh karena luas permukaannya yang relatif besar, maka koloid
mempunyai daya adsorpsi yang besar.
Adsorpsi ion-ion oleh partikel koloid membuat partikel
koloid menjadi bermuatan listrik. Muatan koloid menyebabkan gaya tolak-menolak
di antara partikel koloid, sehingga menjadi stabil (tidak mengalami
sedimentasi).
Muatan partikel koloid dapat ditunjukkan dengan
elektroforesis, yaitu pergerakan partikel koloid dalam medan listrik.
Penggumpalan partikel koloid disebut koagulasi. Koagulasi
dapat terjadi karena berbagai hal, misalnya pada penambahan elektrolit.
Penambahan elekrolit akan menetralkan muatan koloid, sehingga faktor yang
menstabilkannya hilang.
Campuran koloid dapat dipisahkan dari ion-ion atau
partikel terlarut lainnya melalui dialisis. Koloid yang medium dispersinya
berupa cairan dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Koloid liofil
mempunyai interaksi yang kuat dengan mediumnya; sebaliknya, pada koloid liofob
interaksinya tersebut tidak ada atau sangat lemah. Banyak sekali produk
industri dalam bentuk koloid, terutama karena dengan bentuk koloid, maka
zat-zat yang tidak saling melarutkan dapat disajikan homogen secara
makroskopis. Koloid dapat dibuat dengan cara dispersi atau kondensasi. Pada
cara dispersi, bahan kasar dihaluskan kemudian didispersikan ke dalam medium
dispersinya. Pada cara kondensasi, koloid dibuat dari larutan di mana atom atau
molekul mengalami agregasi (pengelompokan), sehingga menjadi partikel koloid.
Sabun dan detergen bekerja sebagai bahan aktif permukaan yang fungsinya
mengelmusikan lemak ke dalam air. Asbut adalah suatu bentuk pencemaran yang
merupakan sistem koloid.
DAFTAR PUSTAKA
Soma, Wayan. 2004. Panduan Belajar Kimia
Kelas XI semester 2 Program Ilmu Pengetahuan Alam. Singaraja:---------.
Nana Sutresna, Drs. 2003. Pintar Kimia Jilid
3 untuk SMU Kelas 3. Jakarta : Ganeca Exact.
Michael Purba, Drs. 1995. Ilmu Kimia untuk
SMU Kelas 2 Jilid 2A. Jakarta : Erlangga.
Permana Dedi. 2003. Intisar Kimia SMU – cet.
III revisi. Bandung: Pustaka Setia.
Tamrin, Drs.(2003). Rahasia penerapan rumus
rumus kimia. Sulawesi Selatan : Gita media.
Departemen Pendidikan Nasional (2003) Kurikulum
2004 Standar kompetensi mata Pelajaran kimia SMA dan Madrasah Aliyah. Jakarta
: Depdiknas
0 comments:
Post a Comment