BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa
merupakan salah satu milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan
dan gerak manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada
kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. Salah satu kegiatan manusia
yang setiap hari dilakukan adalah berkomunikasi. Dalam berkomunikasi, bahasa
memiliki peranan penting untuk menyampaikan berita.
Untuk
menyampaikan berita (pesan, amanat, ide, dan pikiran) dibutuhkan bahasa yang
singkat, jelas, dan padat. Fungsinya adalah agar segala sesuatu yang
disampaikan mudah dirnengerti. Namun, dalam menggunakan bahasa tersebut pemakai
bahasa tetaplah mengikuti kaidah-kaidah atau aturan yang benar karena bahasa
yang benar akan dijadikan acuan atau model oleh rnasyarakat pemakai bahasa,
clan ragam itu digunakan dalam situasi resmi. Kenyataannya sekarang banyak
pemakai bahasa yang tidak menyadari bahwa bahasa yang digunakan tidak benar
atau masih terdapat kesalahan-kesalahan.
Kesalahan
berbahasa Indonesia masih banyak dijumpai dalam media cetak, khususnya surat
kabar. Tulisan dalam surat kabar dibaca oleh berjuta-juta orang. Oleh sebab
itu, bahasa yang digunakan dalam surat kabar atau koran hendaklah bahasa yang
baik, yang teratur, atau yang sekurang-kurangnya bahasa yang tidak terlalu
rusak. Bahasa koran yang rusak dapat mempengaruhi bahasa
Mata
kuliah ini membahas hakikat analisis kesalahan berbahasa dilihat dari substansi
dan pemakaian bahasa, sumber kesalahan dan proses terjadinya kesalahan
berbahasa, jenis-jenis dan klasifikasi kesalahan berbahasa, analisis
kontrastif, langkah-langkah analisis kesalahan berbahasa, serta hubungan antara
analisis kesalahan berbahasa dengan bahasa.
Mata
kuliah yang disyaratkan bertujuan untuk memberi kemudahan dalam menerapkan
kegiatan teoritis maupun praktis untuk aktivitas selama perkuliahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesalahan
Berbahasa
Kesalahan berbahasa
adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan, khususnya suatu
bentuk yang tidak diinginkan oleh penyusun program dan guru. Hal ini sesuai
dengan pendapat Albert Valdman yang mengatakan bahwa yang pertama-pertama harus
dipikirkan sebelum mengadakan pembahasan tentang menetapkan standar
penyimpangan atau kesalahan. Sebagian besar guru bahasa menggunakan kriteria
ragam bahasa baku sebagai standar penyimpangan.
Corder menegaskan
bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode bahasa (breanchas of code).
Pelanggaran terhadap kode ini bukanlah hal yang bersifat fisik semata-mata,
melainkan merupakan tanda akan kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan
terhadap kode.
Berdasarkan berbagai
pendapat tentang pengertian kesalahan berbahasa di atas dapatlah dikemukakan
bahwa kesalahan berbahasa Indonesia adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang
meliputi kata, kalimat, paragraf yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa
Indonesia baku, serta pemakaian ejaan
dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku “Ejaan
Bahasa Indonesia yang disempurnakan”.
Kesalahan berbahasa dalam bidang fonologi merupakan salah satu bentuk
kesalahan berbahasa secara lisan. Dalam kenyataannya pemakaian bahasa lisan
dapat disalin atau atau dipindahkan ke
dalam bahasa tulis melalui lambang-lambang dalam bentuk huruf dan tanda baca.
Sehubungan dengan itu, kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam cara menyalin
lambang-lambang bunyi bahasa ke dalam lambang-lambang tertulis. Cara penyalinan
lambang-lambang tersebut diatur oleh sistem ejaan yang berlaku dalam bahasa
yang bersangkutan. Dengan kata lain, kesalahan berbahasa secara tertulis dapat
terjadi dalam bidang ejaan.
Sistem ejaan yang terjadi dalam pemakaian bahasa Indonesia dewasa ini,
yaitu sistem “ Ejaan Yang Disempurnakan” (EYD).
Karena itu, pemakaian bahasa Indonesia yang menyimpang dari sistem tersebut
merupakan bentuk kesalahan berbahasa dalam bidang ejaan. Untuk menganalisis
kesalahan seperti itu diperlukan adanya pemahaman yang mendalam tentang EYD.
Sistem EYD terdiri atas tiga komponen, yaitu: penulisan huruf, kata, dan
tanda baca. Seperti Anda ketahui pada bagian awal ini dalam EYD terdiri dari
lima huruf untuk melambangkan bunyi vokal, yaitu: a, i, u, e, dan o. Bunyi
diftong dilambangkan dengan tiga macam huruf rangkap, yaitu: ng, ny, sy, kh,dan
ks. Penulisan huruf ini perlu dipahami benar-benar karena akan merupakan dasar
bagi penulisan kata dan tanda baca.
Sesuai dengan penggunaannya, huruf-huruf itu diwujudkan dalam 2 bentuk,
yaitu huruf besar atau huruf kapital dan huruf kecil atau huruf biasa.
Bentuk-bentuk huruf tersebut tentu sudah Anda kenal. Dalam pemakaiannya, huruf
kecil lebih banyak digunakan daripada huruf kapital. Untuk itu, diperlukan
adanya pengetahuan penulis tentang pemakaian huruf kapital.
B.
Kesalahan
Fonetis
Kita sering melihat atau mendengar berbagai kesalahan
berbahasa yang dilakukan pemakai bahasa, baik secara lisan maupun secara tulis;
baik oleh kaum awam, terpelajar maupun kalangan selebriti dan pejabat. Di
antara berbagai kesalahan tersebut adalah kesalahan penulisan dan pelafalan
fonem kesalahan fonetis. Kesalahan ini terus saja terjadi padahal kesalahan
tersebut sangat memungkinkan terjadinya salah penafsiran terhadap maksud
ujaran. Dengan demikian, kesalahan fonetis mengakibatkan kesalahan makna.
Kita
sudah maklum bahwa sistem fonem bahasa Indonesia diucapkan sesuai dengan huruf.
Misalnya, fonem /u/
dilambangkan dengan huruf “u”,
dan diucapkan sebagai /u/
seperti pada kata buku, kutu, bambu, dan sebagainya. Tetapi dalam
kenyataan, sering terdapat kesalahan pengucapan fonem-fonem tersebut. Terutama
pada pengucapan dan penulisan fonem /e/,
/p/, /k/, /kh/, /f/, /s/, /sy/. Sekecil apa pun kesalahan tersebut,
tergolong pada kesalahan berbahasa Indonesia meskipun tidak sampai
mengubah makna.
Kesalahan
ini terjadi pada pengucapan atau penulisan fonem-fonem. Misalnya, sebuah kata
seharusnya ditulis atau diucapkan dengan diakhiri bunyi /h/, ternyata tidak
atau sebaliknya. Kesalahan semacam ini diakibatkan karena kita terpengaruh oleh
bahasa lain, khususnya bahasa ibu. Mungkin juga akibat kita ingin gaya, ingin
bahasa kita disebut bahasa gaul.
Gejala-gejala kesalahan fonetik yang dimaksud,
dapat dirangkum menjadi:
1). Protesis.
Kesalahan ini akibat kita menambahkan sebuah fonem atau
lebih pada awal kata. Ini biasanya Karena kebiasaan kita berbahasa daerah,
terutama fonem/h/.
Contoh:
a.
/alangan/
menjadi /halangan/
b.
/utang/
menjadi /hutang/
c.
/ampas/
menjadi /hampas/
d.
/aku/
menjadi /daku/
e.
/ubah/
menjadi /rubah/
f.
/utak-atik/
menjadi /ngutak-ngatik/
g.
/unit/
menjadi /yunit/
h.
/ampelas/
menjadi /hampelas/
2). Epentesis.
Kadang-kadang karena kebiasaan juga, kita menambahkan fonem
pada tengah kata. Lidah kita rasanya sulit mengucapkan kata tersebut jika tidak
ditambah fonem baru di tengah. Sering, bukan kita merasakan gejala begitu? Tapi
kadang juga karena kita ingin gaya dan merasa lebih baik sehingga yang sudah
benar diperbaiki, eee…malah jadi salah/hiperkorek.
Contoh:
a.
/gua/
menjadi /guha/goa
b.
/buaya/
menjadi /buhaya/
c.
/tiang/
menjadi /tihang/
d.
/silakan/
menjadi /silahkan/
e.
/rido/
menjadi /ridlo/
f.
/wudu/
menjadi /wudlu/
g.
/amplop/
menjadi /ampelop/
h.
/aku/
menjadi /akyu/
3). Paragog.
Kebiasaan kita menambahkan fonem pada akhir kata. Alasannya,
ya sama saja dengan epentesis,
atau mungkin karena ingin bahasa yang kita gunakan menjadi bahasa gaul.
Contoh:
a.
/rapi/
menjadi /rapih/
b.
/musna/
menjadi /musnah/
c.
/mampu/
menjadi /mampuh/
d.
/tidak/
menjadi /tidaks/
e.
/praktik/
menjadi /praktiks/
f.
/saya/
menjadi /sayah/
g.
/elu/
menjadi /eluh/
h.
/komplek
(kumpulan)/ menjadi /kompleks/
4). Aferesis.
Ternyata kebiasaan kita membuat kesalahan bukan hanya
menambah fonem melainkan kadang kita membuang salah satu atau dua fonem pada
awal kata. Kesalahan inilah yang dimaksud aferesis.
Contoh:
a.
/hujan/ menjadi /ujan/
b.
/hitam/ menjadi /item/
c.
/hidup/ menjadi /idup/
d.
/hijau/ menjadi /ijo/
e.
/hunian/ menjadi /unian/
f.
/bagaimana/ menjadi /gimana/
g.
/tidak/ menjadi /dak/
h.
/betul/ menjadi /tul/
5). Sinkop.
Kalau aferesis
kita buang sebuah fonem pada awal, ada juga fonem di tengah kata yang kita
buang. Gejala inilah yang kita namakan sinkop.
Rasanya gaul banget tu bahasa kita. Kita tidak sadar bahwa kita sudah
memperkosa bahasa sendiri.
Contoh:
a.
/bahu-membahu/ menjaadi /bahu-embahu/
b.
/matahari/ menjadi /matari/
c.
/pendidikan/ menjadi /pendidi’an/
d.
/dahulu/ menjadi /dulu/
e.
/kesalahan/ menjadi /kesala’an/
f.
/takjil/ menjadi /tajil/
g.
/marabahaya/ menjadi /marabaya/
h.
/musyawarah/ menjadi /musawarah/
6). Apokop.
Kita sering juga menghilangkan fonem pada akhir kata. Terasa
banget tuh daerahnya. Kental dengan logat daerah, terutama Sunda atau Jawa.
Tapi kadang karena ktidaktahuan, kata-kata asing juga kita perkosa.
Contoh:
a.
/contoh/ menjadi /conto/
b.
/bodoh/ menjadi /bodo/
c.
/jodoh/ menjadi /jodo/
d.
/kompleks (rumit/) menjadi /komplek/
e.
/seks/ menjadi /sek/
f.
/elite/ menjadi /elit/
g.
/faksimile/
menjadi /faksimil/
h.
/darah/ menjadi /dara/
7). Asimilasi.
Gejala ini lain lagi dengan gejala-gejala di atas. Dengan asimilasi, kita sengaja menjadikan
dua fonem yang berbeda dalam satu kata, kita ganti dengan satu fonem yang sama
dengan salah satunya.
Contoh:
a.
/alsalam/ menjadi /asalam/
b.
/benar/ menjadi /bener/
c.
/cepat/ menjadi /cepet/
d.
/segan/ menjadi /segen/
e.
/dekat/ menjadi /deket/
f.
/pesantrian/ menjadi /pesantren/
g.
/keratuan/ menjadi /keraton/
h.
/tegap/ menjadi /tegep/
8). Disimilasi.
Kebalikan dari asimilasi. Kita sering, apakah itu karena
pengaruh kebiasaan, karena ketidaktahuan, atau karena ingin gaya-gayaan, ingin
gaul, menjadikan dua fonem yang sama dalam satu kata, kita jadikan fonem yang
berbeda salah satunya.
Contoh:
a.
/harap/
menjadi /harep/
b.
/pantas/
menjadi /pantes/
c.
/malam/
menjadi /malem/
d.
/massa/
menjadi /masya/
e.
/mutakhir/
menjadi /mutahir/mutakir/
f.
/bacam/
menjadi /bacem/
g.
/bayam/
menjadi /bayem/
h.
/asyik/
menjadi /asik/
Kesalahan-kesalahan
tersebut diakibatkan adanya kesalahan adaptasi,
analogi, dan hiperkorek.
Adaptasi, maksudnya kita
menyesuaikan pengucapan atau penulisan kata bahasa Indonesia dengan bahasa ibu
atau bahasa daerah. Tetapi dalam perkembangannya sekarang, kita pun sering
mengadaptasikan kata bukan hanya ke dalam bahasa daerah melainkan juga ke
dalam bahasa asing (Inggris)
atau sebaliknya. Kita ambil contoh bahasa ABG, mereka menulis kata sebal menjadi /sebel/. Saking ingin gaya, sebel mereka adaptasikan dengan
bahasa Inggris menjadi /seble/.
Gaul, katanya. Lucu, bukan? Demikian juga kata /happy/ dalam bahasa Inggris, mereka adaptaskani ke dalam bahasa
Indonesia menjadi /hepi atau hapy/.
Dalam bahasa Indonesia itu sendiri, kesalahan adaptasi umumnya mengakibatkan asimilasi dan disimilasi.
Analogi merupakan kesalahan akibat pemakai bahasa mengacu atau
mencontoh pada bentukan kata yang sudah ada tanpa mengetahui asal-usul atau etimologi kata itu sendiri. Kata yang
memiliki struktur sama dianggap pengucapan atau penulisannya sama. Dalam bahasa
Indonesia ada kata maksud, takdir,
takwa, saksi, sukses, dan sebagainya. Bunyi /k/ pada kata-kata tersebut diucapkan jelas. Beranalogi atau
mengacu pada kata-kata tersebut maka kita mengucapkan kata-kata maklum, rakyat, makmur, dengan
bunyi /k/ jelas. Padahal
kata-kata tersebut berbeda dengan maksud,
takdir, dan sebagainya.
Perhatikan
kata-kata berikut dengan pengucapannya!
a.
/takdir/
diucapkan /takdir/
b.
/sukses/
diucapkan /sukses/
c.
/saksi/
ducapkan /saksi/
d.
tapi
lain dengan kata-kata berikut:
e.
/rakyat/
diucapkan /ra’yat/
f.
/laknat/
diucapkan /la’nat/
g.
/tidak/
diucapkan /tida’/
Hiperkorek. Kita sering pula memperbaiki kata yang sebenarnya sudah betul
. Akibatnya bentukan kata tersebut menjadi salah. Perhatikan contoh-conth
berikut!
a.
saraf (benar) menjadi syaraf
(salah)
b.
hewan (benar) menjadi khewan
(salah)
c.
asas
(benar) menjadi azas (salah)
d.
ijazah (benar) menjadi ijasah
(salah)
e.
paham (benar) menjadi faham
(salah)
f.
surge (benar) menjadi syurga
(salah)
Apa
yang harus kita lakukan dengan kesalahan-kesalahan berbahasa tersebut? Memang
jelas, kesalahan-kesalahan tersebut tidak menimbulkan perubahan makna dan masih
dapat dimengerti oleh orang yang diajak bicara atau membaca. Tapi ingat, yang namanya
kesalahan sekecil apapun harus kita hindari. Karena berawal dari
kesalahan-kesalahan kecil itulah, akhirnya kita tidak menyadari bahwa diri kita
sudah masuk pada kesalahan yang lebih besar. Bila hal itu terjadi, bagaimana
nasib bahasa Indonesia? Padahal secara tersurat, masalah bahasa Indonesia ada
dalam UUD 1945. Hal ini dilakukan oleh para pendiri negara karena mereka
menganggap bahwa bahasa Indonesia sangat penting dalam mewujudkan tujuan negara
seperti yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 itu sendiri.
Jadi? Ya, mau atau tidak memperbaiki
kesalahan berbahasa sangat bergantung pada jiwa kita sendiri. Kalau kita merasa
diri sebagai WNI dan berjiwa Indonesia,
C.
Contoh Lain Analisis Kesalahan
Berbahasa
Kesalahan-kesalahan berbahasa dalam bidang fonologi
tersebut antara lain sebagai berikut.
Pelafalan
fonem /t/ pada akhir kata diubah menjadi /’/ Kata-kata yang berakhir
fonem /t/ seperti pada kata tepat, lafal bakunya adalah /tepat/. Namun karena
faktor pengaruh bahasa daerah yang tidak
mengenal fonem /t/ pada akhir kata, yang
ada adalah fonem /’/ sehingga
“kadang-kadang” kata-kata tepat dilafalkan /tepa’/. Kata-kata lain yang mengalami pelafalan seperti kata
tepat antara lain adalah:
ü cepat
dilafalan /cepa’/ semestinya
/cepat/
ü hormat dilafalan /horma’ /
semestinya /hormat/
ü dapat
dilafalan /dapa’/ semestinya /dapat/
Pelafalan fonem /e/ diubah menjadi /E/ Kata-kata yang berfonem /e/ (e = enam) seperti pada kata senter, lafal bakunya adalah /sEnter/ (E=ekor) Namun, karena faktor pengaruh bahasa daerah
(Bugis) yang “biasa” menyebut kata /sEntErE/,
maka kata senter dilafalkan
/sEntEr/. Kata-kata lain yang
mengalami kesalahan pelafalan seperti kata senter antara lain adalah:
ü kalender dilafalan /kalEndEr/ semestinya /kalEnder/
ü meter dilafalan /mEtEr/ semestinya mEter/
ü liter dilafalan /litEr/ semestinya /liter/
Pelafalan
fonem /E/ diubah menjadi /e/, Fonem /e/
pada kata peka seharusnya dilafalkan /E/
bukan /e/. Kesalahan pelafalan /E/seperti pada kata peka tersebut biasa kita
jumpai dalam proses berkomunikasi situasi resmi, pada kata:
ü sukses
dilafalan /sukses/ semestinya /suksEs/
ü sugesti
dilafalan
/sugesti/ semestinya sugEsti/
ü lengah dilafalan
/lengah/ semestinya /lEngah/
Fonem /u/ pada kata juang seharusnya dilafalkan /u/ bukan /o/.
Kesalahan pelafalan /u/ seperti pada
kata juang tersebut, biasa kita jumpai
dalam proses komunikasi situasi
resmi, pada kata:
ü lubang
dilafalan /lobang/ semestinya /lubang/
ü gua
dilafalan /goa/ semestinya /gua/
Pelafalan fonem /i/ diubah menjadi /E/ Fonem /i/ pada kata tarikat seharusnya dilafalkan /i/ bukan /E/.
Kesalahan pelafalan /i/ pada kata
tarikat, biasa kita jumpai dalam proses komunikasi situasi resmi, seperti pada kata:
ü hakikat dilafalkan /hakEkat/ semestinya /hakikat/
ü nasihat dilafalkan /nasEhat/ semestinya /nasihat/
Pelafalan fonem /ai/ dilafalkan /E/ atau /Ei/
Fonem /ai/ pada kata sampait seharusnya
dilafalkan /ai/ bukan /E/ atau /Ei/ . Kesalahan pelafalan /ai/
pada kata sampai tersebut, biasa
kita jumpai dalam proses komunikasi situasi
resmi , seperti pada kata:
ü santai dilafalan
/santEi/santE/ semestinya /santai/
ü pantai dilafalan /pantEi/pantE/
semestinya /pantai/
ü balai dilafalan /balEi/balE/ semestinya
/balai/
Pelafalan fonem /g/ pada akhir kata diubah menjadi /h/ atau /ji/ Kata
geologi seharusnya dilafalkan /geologi/
bukan /geolohi/ atau /geoloji/. Kesalahan pelafalan /g/
pada kata gelogi tersebut, biasa
kita jumpai dalam proses komunikasi situasi
resmi, seperti pada kata:
ü idiologi
dilafalan idiolohi/ atau /idioloji/ semestinya idiologi
ü morfologi
dilafalan morfolohi/ atau /morfoloji semestinya morfologi
Pelafalan fonem /h/ dihilangkan / / Fonem /h/ pada kata hilang seharusnya dilafalkan /h/ atau tidak dihilangkan. Penghilangan pelafalan /h/
seperti pada kata hilang.
Contoh
lain:
ü hijau dilafalan
/ijau/ semestinya /hijau/
ü pahit
dilafalan pait/ semestinya /pahit/
ü tahi
dilafalan /tai/ semestinya /tahi/
Penambahan fonem /h/ pada awal atau akhir kata Pelafalan kata andal
seharusnya tidak ditambah /h/. Penambahan pelafalan /h/
seperti pada kata andal, di depan atau pada akhir kata, biasa pula dijumpai
dalam proses komunikasi situasi
resmi.
Contoh
lain:
ü silakan
dilafalan /halangan/ semestinya
/silakan/
ü sempurna dilafalan
/sempurnah/ semestinya /sempurna/
Pelafalan fonem /f/ diubah menjadi /p/
Fonem /f/ pada
kata feodal harusnya tidak dilafalkan /p/ . Kesalahan pelafalan /f/
pada kata feodal.
Contoh
yang lain:
ü aktif
dilafalan /aktip/ semestinya /aktif/
ü kreatif
dilafalan /kreatip/
semestinya /kreatif/
Pelafalan fonem /z/ diucapkan /j/ atau /s/ Fonem /z/ pada kata izin seharusnya tidak dilafalkan /s/ atau /j/. Kesalahan pelafalan /z/
pada kata izin.
Contoh
yang lain:
ü zaman
dilafalan /saman/jaman/ semestinya /zaman/
ü ijazah dilafalan
/ijasah/ ijajah/ semestinya /ijazah/
Pelafalan /au/ diganti menjadi /h/ Fonem /kh/ pada
kata khawatir seharusnya tidak dilafalkan /h/ tetapi /kh/. Kesalahan
pelafalan /kh/ pada kata khawatir.
Contoh
yang lain:
ü khatib
dilafalan /hatib/ semestinya /khatib/
ü khutbah
dilafalan /hutbah/ semestinya
/khutbah/
ü khusyuk dilafalan
/husyuk/ emestinya
/khusyuk/
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Fonologi
berbeda dengan fonetik. Fonetik mempelajari bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah
bahasa direalisasikan atau dilafazkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja
organ tubuh manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa.
Terdiri dari, huruf vokal, konsonan, diftong (vokal yang ditulis rangkap), dan
kluster (konsonan yang ditulis rangkap). Fonologi terbadi dari dua bagian,
yaitu Fonetik dan Fonemik.
Fonetik
adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau
bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Fonemik adalah
bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda
arti.
DAFTAR PUSTAKA
Samsuri.1983. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Supriyadi. 1986. Analisis Kesalahan Berbahasa.
Jakarta: Karunika.
bisa minta makalahy min??
ReplyDelete