PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai
mana kita ketahui bahwa di Negara kita masih terdapat disana sini ketidak
adilan, baik ditataran pemerintahan, masyarakat dan disekitar kita, Ini terjadi
baik karena kesengajaan atau tidak sengaja ini menunjukkan Rendahnya kesadaran
manusia akan keadilan atau berbuat adil terhadap sesama manusia atau dengan
sesama makhluk Hidup. Seandainya di negara kita terjadi pemerataan keadilan
maka saya yakin tidak tidak akan terjadi perotes yang disertai kekerasan,
kemiskinan yang bekepanjangan, peranpokan, kelaparan, gizi buruk dll. Mengapa
hal diatas terjadi karena konsep keadilan yang tidak diterapkan secara benar,
atau bisa kita katakan keadilan hanya milik orang kaya dan penguasa. Dari latar
diatas penulis akan mencoba untuk
memberikan sebuah konsep keadilan sehingga diharapkan nantinya dapat
meminimalisi ketidak adilan yang terjadi di indonesia.
1.2. Masalah
Dari
beberapa fenomena ketidakadilan di latar belakang diatas maka, kita dapat
rumuskan masalah konsep keadilan :
Apakah keadilan itu ?
Bagaimana keadilan
social di indonesia ?
Macam – macam keadilan
itu apa saja ?
Apakah kejujuran itu ?
Apa yang menyebabkan
kecurangan ?
Apakah pemulihan nama
baik itu ?
Apa itu pembalasan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Keadilan
Keadilan
menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan
diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu
banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau
benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah
ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang
sama. kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang
tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak
adilan. Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang
dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya
dikendalikan oleh akal. Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan
keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga
negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya
dengan baik.
Mengapa
diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang
menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat lain: Keadilan terjadi
apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja,
rnasing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pcndapat ini terbatas pada
nilai-nilai tcrtentu yang sudah diyakini atau discpakati.
Al-qur’an
menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang
bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan
sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata ‘adl.
Kata-kata sinonim seperti qisth, hukm dan sebagainya digunakan oleh Al-qur’an
dalam pengertian keadilan. Sedangkan kata ‘adl dalam berbagai bentuk
konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan
itu (ta’dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl dalam arti tebusan).
Allah SWT. Berfirman :
Artinya
: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl : 90)
Keadilan
didefinisikan sebagai “menempatkan sesuatu secara proporsional” dan “memberikan
hak kepada pemiliknya”. Definisi ini memperlihatkan, dia selalu berkaitan
dengan pemenuhan hak seseorang atas orang lain yang seharusnya dia terima tanpa
diminta karena hak itu ada dan menjadi miliknya. Dalam hal jender, wujud
pemenuhan hak atas wanita masih merupakan masalah kemanusiaan yang serius.
Secara sosial, kebudayaan, ekonomi dan politik masih merendahkan wanita.
Persepsi masih melekatkan yang
merendahkan, mendiskriminasi dan memarjinalkan mereka.Dalam persepsi
satu-satunya potensi wanita yang paling sering ditonjolkan adalah fisiknya.
Tubuh wanita seakan sah dieksploitasi, secara intelektual, ekonomi dan seksual,
melalui beragam cara dan bentuknya di ruang privat maupun publik.
Gerakan
emansipasi wanita telah berjasa besar dalam menghantarkan kaum wanita Indonesia
menuju mimbar kehormatan dan gerbang kebebasan, harus dipahami kebebasan bukan
berarti kebablasan. Realita melintas ditengah-tengah kehidupan modern, bahwa
wanita tidak lagi dipandang sebelah mata, lebih dihargai dan dihormati. Kini
banyak wanita menuntut kesamaan hak dengan pria, kesamaan untuk berkompetisi
dalam dunia liberal dan terbebas dari ikatan kebudayaan. Dengan dalil mendobrak
persepsi jender kaum feminis dengan mengusung gerakan emasipasi. “The end of
the institution of marriage is a necessary condition for the liberation of
women” (Declaration of Feminism, 1971). Dari deklarasi tersebut, kaum feminis
menganggap institusi pernikahan sebagai The Frakenstein Monster (dalam film
horor: frankeinstein sesosok mayat manusia dihidupkan kembali dan memiliki rupa
menyeramkan, sadis, bahkan menjijikkan) harus diperangi demi kebebasan wanita.
Selain
itu, Robin Morgan, Editor Ms. Magazine (majalah kebangsaan kaum feminis),
mengatakan bahwa pernikahan hanya akan menghambat kesetaraan antara perempuan
dan laki-laki. Bahkan Sheila Cronin, tokoh terkemuka kaum feminis menganggap
pernikahan tak ubah sebagai praktik perbudakan terhadap perempuan. Cobalah kita
kembali pada fitrah kita sebagai mahluk Tuhan. Pria dan wanita sampai hari
kiamatpun tidak akan bisa sama karena memang tidak sama. Dan perlu diketahui
bahwa keduanya bukanlah pesaing yang saling mengalahkan dan dikalahkan. Terlalu
naif bagi pria apabila ia bersaing dan ingin mengalahkan wanita dan terlalu
berlebihan juga apabila wanita minta disamakan dan bahkan ingin mengalahkan
pria dengan gerakan emansipsi wanita yang kebablasan.
Kedua
mahluk itu secara prinsip memang berbeda baik secara fisik maupun non fisik.
Pria dengan segala kekuatannya, kemampuannya dan ketegasannya sangat
mengedepankan logika, sedangkan wanita dengan kelembutannya dan kasih sayangnya
mengandalkan perasaannya. Dengan demikian, pria adalah pasangan wanita dan
wanita adalah pasangan pria, demikianlah takdir Tuhan menciptakan keduanya yang
saling membutuhkan satu sama lain.
2.2. Keadilan Sosial
Berbicara
tentang keadilan, anda tentu ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila
kelima Pancasila, berbunyi: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
Dalam dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip
kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan
sebagai prinsip ” tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”. Dari usul
dan penjelasan itu nampak adanya pembauran pengertian kesejahteraan dan
keadilan.
Bung
Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”, menulis sebagai berikut ” keadilan sosial adalah langkah yang
menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur” , Selanjutnya
diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa
cita-cita keadilan sosial dalam ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang
merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara
terperinci.
Panitia
ad-hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan
sebagai berikut :
“Sila
keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan
mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi dan
kebudayaan”.
Dalam
ketetapan MPR RI No.II/MPR/ 1978 tentang pedoman penghayatan dan pengalaman
Pancasila (ekaprasetia pancakarsa) dicantumkan ketentuan sebagai berikut.
Dengan
sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari
hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.
Selanjutnya
untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu
dipupuk, yakni :
Perbuatan
luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan;
Sikap
adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain;
Sikap
suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan;
Sikap
suka bekerja keras;
Sikap
menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
Asas
yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam bergai
langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan yaitu :
Pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan
perumahan,
Pemerataan
memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan;
Pemerataan
pembagian pendapatan;
Pemerataan
kesempatan kerja;
Pemerataan
kesempatan berusaha;
Pemerataan
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi mudadan
kaum wanita;
Pemerataan
penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air;
Pemerataan
kesempatan memperoleh keadilan;
Keadilan
dan ketidak adilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam
hidupnya manusia menghadapi keadilan / ketidak adilan setiap hari. Oleh sebab
itu keadilan dan ketidak adilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak
hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti drama, puisi, novel,
musik dan lain-lain.
2.3. Macam – Macam
Keadilan
2.3.1 Keadilan Legal atau keadilan Moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari
masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang
adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling
cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan
moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal. Keadilan timbul karena
penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada
bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam
masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik
menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam
negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang
tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya. Ketidak adilan
terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan
tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan
ketidak serasian. Misalnya seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan
pendidikan, maka akan terjadi kekacauan.
2.3.2 Keadilan Distributif
Aristoles
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice
is done when equals are treated equally). Sebagai contoh : Ali bekerja 10 tahun
dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara
Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali
menerima Rp.100.000,-maka Budi harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila
besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
2.3.3 Keadilan Komulatif
Keadilan
ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi
Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban
dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak
adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono
dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan
tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya,
hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis
saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan
baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah
berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan
menghancurkan rumah tangga. Karena dr. Sukartono melalaikan kewajibannya
sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr. Sukartono.
menghancurkan rumah tangga. Karena dr. Sukartono melalaikan kewajibannya
sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr. Sukartono.
2.4. Faktor-faktor lain
yang melatarbelakangi suatu keadilan antara lain :
1. Kejujuran
Kejujuran atau jujur
artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang
dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu
adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih
hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu
dituntut satu kata dan perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang
dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur juga menepati janji
atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung
dalam nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Seseorang yang tidak
menepati niatnya berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah
terlahirdalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongan disaksikan
orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran
mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut kemulian abadi, jujur memberikan
keberanian dan ketentraman hati, agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak
suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikan, serta
jangan pula pendusta, walaupun dustamu dapat menguntungkan.
Barang siapa berkata
jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat
benar.Orang bodoh yang jujur adalah lebih baik daripada oarang pandai yang
lacung. Barang siapa tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau tidak menepati
janji dan kesanggupannya, maka termasuk golongan orang munafik sehingga tidak
menerima bel;as kasihan Tuhan.
Pada hakekatnya jujur
atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan
akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau
dosa. Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena
kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk. Disitu manusia
dihadapkan kepada pilihan antara halal dan yang haram, yang boleh dan yang
tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini kita melihat
sesuatu yang spesifik atau khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada soal
tentang jujur dan tidak jujur, patut dan tidak patut, adil dan tidak adil.
Kejujuran bersangkut
erat dengan masalah nurani. Menurut M. Alamsyah dalam bukunya Budi nurani,
filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam
perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam
meneropong kebenaran Moral maupun kebenaran Illahi. Nurani yang diperkembangkan
dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi
getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat ditingkatkan menjadi suatu keyakinan,
dan atas diri keyakinan maka seseorang diketahui pribadinya. Orang yang
memiliki ketulusan tinggi akan memiliki kepribadian yang burukdan rendah dan
sering yakin pada dirinya . karena apa yang ada dalam nuraninya banyak
dipengaruhi oleh pikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan.
Bertolak ukur hati
nurani seseorang dapat ditebak perasaan moril dan susilanya, yaitu perasaan
yang dihayati bila ia harus menentukan pilihan apakah hal itu baik atau buruk,
benar atau salah. Hati nurani bertindak sesuai dengan norma-norma kebenaran
akan menjadikan manusianya memiliki kejujuran, ia akan menjadi manusia jujur.
Sebaliknya orang yang secara terus menerus berpikir atau bertindak bertentangan
dengan hati nuraninya akan selalu mengalami konflik batin, ia akan terus
mengalami ketegangan dan sifat kepribadiannya yang semestinya tunggal jadi
terpecah. Keadaan demikian sangat mempengaruhi pada jasmanimaupun rokhaninya
yang menimbulkan penyakit psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara
lain wujudnya sebagai kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidak
adilan. Nilai-nilai etis ini dikaitkan dengan hubunhan manusia dengan manusia
lainnya.
Selain nilai etis yang
ditujukan kepada sesama manusia, hati nurani berkaitan erat juga dalam hubungan
manusia dengan Tuhan. Manusia yang memiliki budi nurani yang amat peka dalam
hubungannya dengan Tuhan adalah manusia agama yang selalu ingat kepadaNya,
sebagai sang Pencipta, selalu mematuhi apa yang diperintahnya, berusaha untuk
tidak melanggar larangan Nya, selalu mensyukuri apa yang diberikan Nya, selalu
merasa dirinya berdosa bila tidak menurut apa yang digariskan Nya, akan selalu
gelisah tidur bila belum menjalankan ibadah untuk Nya. Berbagai hal yang menyebabkan orang berbuat
tidak jujur, mungkin karena tidak rela, mungkin karena pengaruh lingkungan,
karena sosial ekonomi, terpaksa ingin populer, karena sopan santun dan untuk
mendidik. Dalam kehidupan sehari-hari jujur atau tidak jujur merupakan bagian
hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.
2. Kecurangan
Kecurangan atau curang
identik dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik,
meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur. Curang
atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya.
Atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud
memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha.
Kecurangan menyebabkan
manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan
tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang
bila masyarakat sekelilingnya hidup menderita.
Bermacam-macam
sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau dari hubungan manusia dengan alam
sekitarnya ada empat aspek yaitu:
a.
aspek ekonomi,
b.
aspek kebudayaan;
c.
aspek peradaban;
d.
aspek tenik.
Apabila
ke empat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan
sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum, akan tetapi apabila manusia
dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki,maka manusia akan
melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.
Tentang baik dan buruk Pujowiyatno dalam bukunya “filsafat sana-sini”
menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya
berbohong, menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah sifat buruk. Lawan
buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia. Pada
diri manusia seakan –akan ada perlawanan antara baik dan buruk. Baik merupakan
tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya, namun sukarlah
untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai hal yang penting ini. Dalam hidup
kita mempunyai semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan lawannya
pada tingkah laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak
baik tentu buruk.
3. Pemulihan Nama Baik
Nama
baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak
tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik.
Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga adalah suatu kebanggaan
batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan
tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu
adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan
perbuatan itu antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin
pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan – perbuatan yang dihalalkan agama dan
sebagainya.
Tingkah laku atau
perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat
manusia yaitu ;
a.
manusia menurut sifatnya adalah mahluk
bermoral,
b.
ada aturan-aturan yang berdiri sendiri
yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku
moral tersebut.
Pada hakekatnya
pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya, bahwa
apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan
akhlak. Akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan
dari akar kata ahlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu tingkah laku dan
perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. Untuk
itu orang harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak yang baik.
Ada tiga macam godaan
yaitu ;
a.
derajad / pangkat,
b.
harta;
c.
wanita.
Bila orang tidak dapat
menguasai hawa nafsunya, maka ia akan terjerumus kejurang kenistaan karena
untuk memiliki derajat/pangkat, harta dan wanita itu dengan mempergunakan jalan
yang tidak wajar. Jalan itu antara lain, fitnah, membohongi, suap, mencuri,
merampok, dan menempuh semua jalan yang diharamkan.
4. Pembalasan
Pengertian pembalasan
adalah reaksi atas perbuatan orang lain yang dilakukan kepada kita yang kita
ungkapkan baik secara positif maupun negatif. Pembalasan merupakan suatu reaksi
atau perbuatan orang lain. Reaksi itu berupa perbuatan yang serupa, perbuatan
yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Sebagai
contoh ; A memberikan makanan kepada B, dilain kesempatan b memberikan minuman
kepada A. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan serupa, dan ini merupakan
pembalasan.
Dalam Al-Qur`an
terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan bagi yang
bertaqwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah
Tuhanpun diberikan pembalasan, dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang
seimbang, yaitu siksaan di neraka.
Pembalasan disebabkan
oleh adanya pergaulan , pergaulan yang bersabahat mendapat balasan yang
bersahabat, sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan
yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya manusia
adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi
norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral,
lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah
perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jadi,
Manusia dan keadilan pada intinya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan
antara menuntut hak, dan kewajiban manusia itu sendiri. Menurut pendapat yang
lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang
seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut
hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain. keadilan adalah keadaan
bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang
memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Keadilan adalah kata kunci
yang menentukan selamat tidaknya manusia di muka bumi. Tanpa keadilan manusia
pasti hancur. Menegakkan keadilan adalah kewajiban setiap manusia.
3.2. Saran
Agar
setiap orang harus selalu menjujung tinggi keadilan serta menegakkannya dalam
kehidupan sehari-hari, karena itu tugas utama pokok manusia adalah menegakkan
keadilan. Adil terhadap diri, keluarga dan masyarakatnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Surin, Bachtiar.
1978. Terjemah dan Tafsir Al Qur’an, Huruf Arab dan Latin, Fa, Sumatra,
Suyadi, MP, Dr. 1985.Buku
Materi Pokok Ilmu Budaya Dasar, Depdikbud U-T
0 comments:
Post a Comment