UPAYA
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PRAGMATIK PADA
SISWA
SMPN 13 BANDA
ACEH
1.
Latar
Belakang
Salah satu aspek keterampilan melahirkan generasi
masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan
berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu
mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara berbahasa yang sangat penting
peranannya dalam upaya cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang
berbicara. Keterampilan yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami.
Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu kreatif sehingga mampu melahirkan
tuturan atau ujaran yang melahirkan generasi masa depan yang kritis karena
mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan berbicara juga akan mampu
membentuk generasi masa depan dengan gagasan, pikiran, atau perasaan kepada
orang lain secara runtut dan sistematis. Bahkan, keterampilan berbicara juga
akan mampu melahirkan generasi masa depan yang berbudaya karena sudah terbiasa
dan terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan
situasi tutur pada saat dia sedang berbicara Namun, harus diakui secara jujur,
keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP, khususnya keterampilan berbicara,
belum seperti yang diharapkan. Kondisi ini tidak lepas dari proses pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah yang dinilai telah gagal dalam membantu siswa
terampil berpikir dan berbahasa sekaligus. Yang lebih memprihatinkan, ada pihak
yang sangat ekstrim berani mengatakan bahwa tidak ada mata pelajaran Bahasa
Indonesia pun siswa dapat berbahasa Indonesia seperti saat ini, asalkan mereka
diajari berbicara, membaca, dan menulis oleh guru (Depdiknas 2004:9).
Sementara itu, hasil observasi empirik di lapangan
juga menunjukkan fenomena yang hampir sama. Keterampilan berbicara siswa SMP
berada pada tingkat yang rendah; diksi (pilihan kata)-nya payah, kalimatnya
tidak efektif, struktur tuturannya rancu, alur tuturannya pun tidak runtut dan
kohesif.
Demikian juga keterampilan berbicara siswa SMPN 13
Banda Aceh. Berdasarkan hasil observasi, hanya 20% (8 siswa) dari 40 siswa yang
dinilai sudah terampil berbicara dalam situasi formal di depan kelas. Indikator
yang digunakan untuk mengukur keterampilan siswa dalam berbicara, di antaranya
kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat,
kelogisan (penalaran), dan kontak mata.
Paling tidak, ada dua faktor yang menyebabkan
rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam berbicara, yaitu faktor eksternal
dan faktor internal. Yang termasuk faktor eksternal, di antaranya pengaruh
penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam proses
komunikasi sehari-hari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa
daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya
dengan penggunaan bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat. Rata-rata
bahasa ibulah yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau ada tokoh
masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum memperhatikan
kaidah-kaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak terbiasa
untuk berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi tutur
Dari faktor internal, pendekatan pembelajaran,
metode, media, atau sumber pembelajaran yang digunakan oleh guru memiliki
pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat keterampilan berbicara bagi
siswa SMP. Pada umumnya, guru bahasa Indonesia cenderung menggunakan pendekatan
yang konvensional dan miskin inovasi sehingga kegiatan pembelajaran
keterampilan berbicara berlangsung monoton dan membosankan. Para peserta tidak
diajak untuk belajar berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar tentang bahasa.
Artinya, apa yang disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa berbicara
sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan diajak untuk mempelajari teori
tentang berbicara. Akibatnya, keterampilan berbicara hanya sekadar melekat pada
diri siswa sebagai sesuatu yang rasional dan kognitif belaka, belum manunggal
secara emosional dan afektif. Ini artinya, rendahnya keterampilan berbicara
bisa menjadi hambatan serius bagi siswa untuk menjadi siswa yang cerdas,
kritis, kreatif, dan berbudaya
Jika kondisi pembelajaran semacam itu dibiarkan
berlarut-larut, bukan tidak mungkin keterampilan berbicara di kalangan siswa
SMP akan terus berada pada aras yang rendah. Para siswa akan terus-menerus
mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara
lancar, memilih kata (diksi) yang tepat, menyusun struktur kalimat yang
efektif, membangun pola penalaran yang masuk akal, dan menjalin kontak mata
dengan pihak lain secara komunikatif dan interaktif pada saat berbicara.
Dalam konteks demikian, diperlukan pendekatan
pembelajaran keterampilan berbicara yang inovatif dan kreatif, sehingga proses
pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan. Siswa tidak
hanya diajak untuk belajar tentang bahasa secara rasional dan kognitif, tetapi
juga diajak untuk belajar dan berlatih dalam konteks dan situasi tutur yang
sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif, menarik, dan
menyenangkan. Dengan cara demikian, siswa tidak akan terpasung dalam suasana
pembelajaran yang kaku, monoton, dan membosankan. Pembelajaran keterampilan
berbicara pun menjadi sajian materi yang selalu dirindukan dan dinantikan oleh
siswa.
Penelitian ini akan difokuskan pada upaya untuk
mengatasi faktor internal yang diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat kemampuan
siswa SMPN 13 Banda Aceh, dalam berbicara, yaitu kurangnya inovasi dan
kreativitas guru dalam menggunakan pendekatan pembelajaran sehingga kegiatan
pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung monoton dan membosankan. Salah
satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan situasi pembelajaran
yang kondusif; aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah pendekatan
pragmatik. Melalui pendekatan pragmatik, siswa diajak untuk berbicara dalam
konteks dan situasi tutur yang nyata dengan menerapkan prinsip pemakaian bahasa
secara komprehensif.
Dalam pendekatan pragmatik, guru berusaha memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam
konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada
siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling
berkaitan dalam situasi dan konteks komunikasi alamiah senyatanya.
Prinsip-prinsip pemakaian bahasa yang diterapkan
dalam pendekatan pragmatik, yaitu (1) penggunaan bahasa dengan memperhatikan
aneka aspek situasi ujaran; (2) penggunaan bahasa dengan memperhatikan
prinsip-prinsip kesantunan; (3) penggunaan bahasa dengan memperhatikan
prinsip-prinsip kerja sama; dan (4) penggunaan bahasa dengan memperhatikan
faktor-faktor penentu tindak komunikatif
Melalui prinsip-prinsip pemakaian bahasa semacam
itu, pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara diharapkan
mampu membawa siswa ke dalam situasi dan konteks berbahasa yang sesungguhnya
sehingga keterampilan berbicara mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu
yang rasional, kognitif, emosional, dan afektif.
Melalui penggunaan pendekatan pragmatik dalam
pembelajaran keterampilan berbicara, para siswa SMP akan mampu
menumbuhkembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam
dirinya, sehingga kelak mereka mampu berkomunikasi dan berinteraksi sosial
secara matang, arif, dan dewasa. Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk
mengemukakan gagasan dan perasaan secara cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan
dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya dalam
menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Rumusan
Masalah
a. Langkah-langkah
apa saja yang perlu dilakukan dalam menggunakan pendekatan pragmatik dalam upaya
meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMPN 13 Banda Aceh?
b. Apakah
penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat
meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMPN 13 Banda Aceh?
3.
Tujuan
Penelitian
a. Untuk
mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menggunakan
pendekatan pragmatik upaya meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMPN
13 Banda Aceh;
b. Untuk
memaparkan hasil keterampilan berbicara siswa SMPN 13 Banda Aceh setelah pendekatan
pragmatik digunakan dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia.
4.
Manfaat
Penelitian
Hasil
yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Para
guru bahasa Indonesia dapat mengetahui langkah-langkah yang perlu dilakukan
dalam menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan
berbicara, khususnya bagi siswa SMP;
b. Keterampilan
berbicara siswa SMPN 13 Banda Aceh, yang menjadi subjek penelitian ini
mengalami peningkatan yang signifikan;
c. Para
guru bahasa Indonesia SMP diharapkan menggunakan pendekatan pragmatik dalam
menyajikan aspek keterampilan berbicara, bahkan guru bahasa Indonesia di
tingkat satuan pendidikan yang lebih rendah, seperti SD, atau yang lebih
tinggi, seperti SMA/SMK/MA, diharapkan juga menggunakan hasil penelitian ini
dalam upaya melakukan inovasi pembelajaran Bahasa Indonesia.
5.
Penegasan Istilah
Adapun definisi dan batasan istilah yang
berkaitan dengan judul dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:
a. Keterampilan
adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu dalam bidang keahlian
tertentu;
b. Berbicara
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu penyampaian maksud (ide,
pikiran) dari anak kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga
maksud tersebut dapat dipahami orang lain;
c. Pendekatan
pragmatik merupakan salah satu pendekatan dalam bahasa yang memfokuskan pada
keterampilan berkomunikasi yang menekankan pada kebermaknaan dan penyampaian
makna (fungsi) menggunakan bahasa.
6.
Landasan
Teori
6.1.
Pendekatan pragmatik
Pendekatan
pragmatik sebagai salah satu bagian dari ilmu sastra merupaka kajian sastra yang menitikberatkan
dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna karya sastra (Teew,
1984:50). Dengan kajian ini, otonomi karya sastra tidak relevan; karya sastra
memang mempunyai struktur, tetapi struktur saja tidak dapat berbuat banyak.
Dengan munculnya pendekatan pragmatik, maka bermula pula kawasan kajian sastra
ke arah peranan pembaca seba-gai subjek yang selalu berubah-ubah sesuai dengan
keberadaannya.
Sebagai
suatu pendekatan untuk mencari kebenaran dalam teks sastra, pendekatan
pragmatik memiliki relevansi dengan sistem kefilsafatan prag-matik. Heraclitus
dalam Graff et.al. (1966:167) me-ngembangkan teori kefilsafatan yang mirip
dengan pragmatik modern. Konsep Heraklitus yang terkenal adalah ”Tidak ada
realitas yang bersifat absolut, demi-kian juga halnya dengan kebenaran
nilai-nilai. Rea-litas, kebenaran, dan nilai-nilai merupakan sesuatu yang
selalu berubah, sehingga perubahan itu sendirilah yang bersifat permanen”.
Dengan kata lain, hanya dengan indra penyerapan (the sense of perception)
itulah yang memiliki pengetahuan dan yang meng-adari karakter perubahan
pengetahuan.
Dari
beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Pendekatan pragmatik
adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan
tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa
tujuan politik, pendidikan, moral, agama maupun tujuan yang lain. Dalam
praktiknya pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut
keberhasilannya dalam mencapai tujuan tertentu bagi pembacanya
6.2. Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara adalah kemampuan
mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok
secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Moris dalam
Novia (2002) menyatakan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang alami
antara anggota masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk
tingkah laku sosial. Sedangkan, Wilkin dalam Maulida (2001) menyatakan bahwa
tujuan pengajaran bahasa Inggris dewasa ini adalah untuk berbicara. Lebih jauh
lagi Wilkin dalam Oktarina (2002) menyatakan bahwa keterampilan berbicara
adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui
kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari
masyarakat yang berbeda.
Dari beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan
bahwa keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang
harus dikuasai siswa karena kompetensi keterampilan berbicara adalah komponen
terpenting dalam tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran
keterampilan berbicara perlu mendapat perhatian agar siswa mampu berkomunikasi
dengan baik. Perkembangan teknologi informasi yang lebih canggih saat ini
seperti media cetak, media elektronik, dan berbagai hiburan telah menggusur
kegiatan berbicara siswa. Hal demikian diperburuk oleh sikap orang tua yang
tidak memperhatikan anak-anaknya karena orang tua sibuk bekerja. Orang tua
membiarkan anak-anaknya larut dalam tayangan televisi yang dapat menghambat
perkembangan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, salah satunya
adalah keterampilan berbicara.
7.
Metode
Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara kerja untuk
memahami objek yang menjadi sasaran yang bersangkutan. Dengan menggunakan
metode yang tepat akan memperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan,
sebab metode penelitian sebagai petunjuk yang memeberikan arah, corak, dan tahapan kerja suatu penelitian. Metode
penelitian yang digunakan, yaitu metode penelitian tindakan kelas (action research).
Proses penelitian tindakan kelas ini direncanakan
berlangsung dalam dua siklus. Tiap siklus
terdiri atas empat tahap, yaitu
(1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Proses kegiatan
tindakan kelas yang peneliti lakukan adalah bertolak dari permasalahan yang
dipecahkan, kemudian peneliti merencanakan suatu tindakan dan melaksanakannya.
Pada pelaksanaan tindakan peneliti melakukan penyampaian materi, tes perbuatan,
dan observasi terhadap kegiatan yang dilakukan. Tahap berikutnya, berdasarkan
hasil observasi, dan jurnal peneliti merefleksi kegiatan-kegiatan yang
dilakukan. Permasalahan - permasalahan yang muncul pada siklus I merupakan
permasalahan yang harus dipecahkan pada
siklus II. Selanjutnya, kegiatan dimulai lagi seperti kegiatan pada siklus I, yakni perencaaan, tindakan,
observasi, dan refleksi dengan perubahanperubahan untuk mengatasi permasalahan
yang muncul pada siklus I.
8.
Lokasi
dan Subjek Penelitian
Lokasi
penelitian adalah siswa SMPN 13 Banda Aceh. Subjek penelitian adalah siswa siswa
Kelas VII SMPN 13 Banda Aceh. yang terdiri atas 40 siswa, dengan rincian 18
siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan.
9.
Teknik
Pengumpulan Data
Untuk
memperoleh data yang valid, data dikumpulkan melalui cara/teknik berikut ini:
a. Tes
Teknik tes digunakan
untuk mengetahui tingkat keterampilan siswa dalam menceritakan pengalaman yang
mengesankan kepada orang lain. Aspek-aspek yang dinilai, yaitu kelancaran
berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan
(penalaran), dan kontak mata.
b. Nontes
Teknik nontes yang
digunakan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
v Observasi
(pengamatan): teknik ini digunakan oleh kolaborator untuk mengobservasi
pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti.
v Wawancara:
teknik ini digunakan oleh peneliti dan kolaborator untuk mengetahui respon
siswa secara langsung dalam berbicara dengan menggunakan pendekatan pragmatik.
Wawancara terutama dilakukan kepada siswa yang menonjol karena kelebihan atau
kekurangannya. Pelaksanaan wawancara dilakukan di luar kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan pedoman wawancara.
v Jurnal:
teknik ini digunakan oleh peneliti setiap kali selesai mengimplementasikan
tindakan. Jurnal tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi diri bagi peneliti
untuk mengungkap aspek:
a. respon
siswa terhadap penggunaan pendekatan pragmatik;
b. situasi
pembelajaran; dan
c. kekurangpuasan
peneliti terhadap pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan. Selain peneliti,
siswa juga membuat jurnal setiap kali mengikuti kegiatan pembelajaran yang
digunakan untuk mengungkapkan .Respon siswa (baik yang positif maupun negatif)
terhadap penggunaan pendekatan pragmatic, metode pembelajaran yang disukai
siswa dan kemampuan peneliti dalam menciptakan pembelajaran yang aktif,
inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
10.
Teknik
Analisis Data
Ada 2 (dua) jenis data dalam penelitian ini.
Data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil jurnal kegiatan pada
setiap tindakan (treatment) di
masing-masing siklus. Sedangkan data
kuantitatif diperoleh dari data hasil tes awal siswa, tes akhir I, dan
tes akhir II dan kuesioner. Kedua data
tersebut dianalisis secara
deskriptif. Hasil dari kuesioner dianalisis secara
deskriptif dengan membandingkan hasil
kuesioner tes awal, kuesioner tes akhir I dan kuesioner tes akhir II.
Data
kuantitatif dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui ,peningkatan keterampilan berbicara yang
dikuasai siswa dari perbandingan hasil
tes awal dan tes akhir.
0 comments:
Post a Comment